QS Al-Qashash: 14
KESEMPURNAAN AKAL
(Q.S.Al-Qashash:14)
JURUSAN PAI
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI PEKALONGAN
2018
KATA PENGANTAR
Segala
puji bagi Allah kami haturkan atas segala kenikmatan yang telah
diberikan sehingga kami bisa menyelesaikan tugas ini dengan segala
kekuranganya. Sholawat serta salam selalu kami haturkan kepada Nabi
Muhammad SAW. Semoga kita bisa mendapat syafa’at nya di yamul akhir
kelak.
Sehubungan
dengan ditugasinya penulis untuk mengulas materi mengenai kesempurnaan
akal , yang sumbernya berasal dari tafsir QS. Al-Qashash ayat 14 , maka
penulis mencoba menghimpun dan mengulas buku-buku yang berhubungan
dengan tafsir QS. Alqashash ayat 14 tersebut.
Uraian
topik dalam makalah ini disusun secara sederhana,praktis dan sistematis
sesuai dengan format yang telah ditentukan. adapun untuk penelusuran
yang lebih jauh dan mendalam pembaca dapat mengadakan kajian pada buku
buku rujukan yang telah disebutkan, dan buku lain yang dianggap
berhubungan dengan pembahasan dalam makalah ini.
Kemudian
kritik pembaca terhadap kekurangan makalah ini sangat diharapkan.
semuanya penulis terima sebagai bahan perbaikan pembuatan makalah
setelahnya. Akhirnya saran dari semua pihak akan penulis terima dengan
baik, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca pada umumnya ,
dan penulis pada khususnya.
Pekalongan, September 2018
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Manusia
merupakan makhluk Allah yang paling sempurna karena di anugerahi oleh
akal pikiran. Itulah yang membedakan manusia dengan makhluk lain yang
Allah ciptakan. Akal sendiri berfungsi untuk membedakan antara yang baik
dan yang buruk, selain itu akal juga dapat menuntun kita ke jalan
Allah. Dalam al qur’an pun telah banyak disebutkan mengenai penggunaan
akal seperti afalaa ta’qiluun, afalaa ya’lamuun, afalaa tafakkarun, dan
lain sebagainya. Kisah Nabi Musa di dalam surat Al-Qashash ayat 14
menjadi bukti kesempurnaan akal pada manusia, dimana ada beberapa
penafsiran tentang ayat tersebut serta sampai tahap-tahapan kesempurnaan
akal.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana konsep ilmu dan akal pada manusia menurut pandangan al-Qur’an dan hadits?
2. Bagaimana dalil serta tafsir dari Q.S. Al-Qashash ayat 14?
3. Bagaimana penerapan Q.S.Al-Qashash ayat 14 dalam kehidupan sehari-hari?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui konsep ilmu dan akal pada manusia menurut pandangan al-Qur’an dan hadits.
2. Untuk mengetahui dalil serta tafsir dari Q.S. Al-Qashash ayat 14.
3. Untuk mengetahui penerapan Q.S.Al-Qashash ayat 14 dalam kehidupan sehari-hari.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Konsep Ilmu dan Akal Manusia
1) Konsep ilmu
Dalam al-Quran disebut banyak sekali ayat yang membahas tentang
ilmu. Hal tersebut menunjukkan betapa pentingnya ilmu itu kepada
manusia, khasnya untuk membina akal dan individu kearah yang baik,
sempurna dan mendapat keredhaan Allah di dunia dan akhirat. Islam amat
menuntut umatnya mencari dan mempelajari ilmu, baik ilmu yang merupakan
ilmu fardhu ain, maupun ilmu berbentuk fardu kifayah. Di mana ilmu
merupakan asas yang penting kepada seseorang dalam menjalani kehidupan
atau untuk melaksanakan apa yang diperintah. Tidak mungkin seseorang yang tidak berilmu dapat melaksanakan apa yang diperintahkan dengan sempurna. Dengan kata lain, orang yang berilmu sajalah dapat mendekatkan diri kepada Allah dan bertaqwa dengan hakikat sebenarnya. Dalam
konteks lain juga, Islam menyanjung tinggi orang yang alim dan berilmu.
Orang yang berilmu diangkat ke darjat yang tinggi dan mulia.[1]
2) Konsep Akal
Akal merupakan asas penting kepada manusia dan dengannya dapat membedakan derajat manusia dengan makhluk lain. Akal merupakan asas asal
dan konsep utama menyebabkan manusia itu dipertanggungjawabkan dengan
taklif serta syarat seseorang itu sempurna. Oleh itu anugerah akal merupakan suatu nikmat dan rahmat yang besar. Lantaran akal adalah amanah seperti nikmat lain. Peran akal menurut al-Quran dan al-Sunnah ialah sebagaimana berikut:
a. Akal
berperan untuk mengkaji dan mendalami serta mempelajari ilmu. Akal yang
dikurniakan kepada manusia itu hendaklah digunakan semaksimal mungkin
untuk mengambil kesempatan memperoleh ilmu pengetahuan Untuk itu, al-Quran membuka ruang yang selebar mungkin kepada
manusia supaya menggunakan akal mereka untuk mencari ilmu, baik Ilmu yang berkaitan dengan keduniaan dan ilmu yang berkaitan dengan akhirat atau keagamaan.
manusia supaya menggunakan akal mereka untuk mencari ilmu, baik Ilmu yang berkaitan dengan keduniaan dan ilmu yang berkaitan dengan akhirat atau keagamaan.
b. Akal
berperan untuk mempelajari dan memahami wahyu Allah. Dengan anugerah
akal yang Allah berikan, menyebaban seseorang itu berilmu sehingga
dirinya mendapat kedudukan yang mulia.
c. Akal
merupakan salah satu syarat manusia di taklifkan dan akal yang tidak
diarahkan kejalan yang benar menurut syara’ atau akal yang lalai akan
menunaikan perintah Allah menyebabkan seseorang itu berdosa dan masuk
neraka.
d. Akal merupakan sumber utama untuk mengenal Allah, melalui sifat-sifat dan bukti kekuasaan-Nya.
e. Akal
membawa peran positif untuk manusia. Karena dengan akal manusia bisa
menilai mana tu kebaikan dan mana itu keburukan. Apabila manusia itu
belum mengetahuimya, hendaklah ia mengarahkan akalnya untuk berusaha dan
bertanya pada orang-orang yang berpengetahuan.
B. Dalil dan Tafsir Hikmah dan Ilmu : Kesempurnaan Akal
وَلَمَّا بَلَغَ أَشُدَّهٗ وَاسْتَوٰى اٰتَيْنٰهُ حُكْمًا وَّعِلْمًاۗ وَكَذٰلِكَ نَجْزِى الْمُحْسِنِيْن ١٤
Artinya : “ Dan setelah dia (Musa) cukup umur dan
sempurna akalnya, Kami anugerahkan kepadanya hikmah (kenabian) dan
pengetahuan. Dan demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang
yang berbuat baik. “
1) Tafsir Jalalayn
(Dan
stelah Musa cukup umur) telah mencapai umur tiga puluh tahun atau tiga
puluh tiga tahun (dan sempurna akalnya) yaitu telah mencapai umur empat
puluh tahun (Kami berikan kepadanya hikmah) yakni kebijaksanaan (dan
ilmu) yatu pengetahuan tentang agama sebelum ia diutus menjadi Nabi.
(Dan demikianlah) Kami memberikan balasan kepada Musa (Kami memberi
balasan kepada orang-orang yang berbuat baik) untuk diri mereka sndiri.
2) Tafsir Al-Azhar
“Dan setelah Musa cukup umurnya dan dewasa, Kami berikan kepadanya Hukum dan Ilmu.” Telah
dapat dikira-kirakan bahwa kurang lebih 30 tahun dia menjadi “Anak
angkat” Fir’aun. Dari kecil dibesarkan dalam istana Fir’aun. Tetapi
sejak kecil itu pula ibunya telah membiasakan membawanya pulang dari
istana, bahkan dia diasuh, dibimbing dirumah ibunya sendiri dan
disaat-saat yang perlu dibawa ke istana. Dengan demikian maka keluarga
Imran yaitu nama ayah Musa telah pula mendapat keuntungan dari hubungan
anaknya dengan istana. Abangnya Harun un telah mendapat pekerjaan yang
layak diistana dan leluasa masuk istana. Keluarga Musa, sebagai keluarga
Bani Israil golongan yang tertindas dan dipandang hina, karena Musa
jadi “anak angkat” telah mendapat hak istimewa yang tidak didapat oleh
keluarga Bani Israil yang lain. Keadaan ini pernah diuraikan oleh Musa
dihadapan Fir’aun sendiri kemudiannya, sebagai yang tersebut pada ayat
22 dari Surat 26 asy Syu’ara.
Lantaran
itu, meskipun dia dianggap sebagai “orang istana”, dia tidak terpisah
dari kaumnya. Dia mengetahui apa yang dialami oleh kaumnya. Dia selalu
melihat perlakuan yang tidak adil yang dilakukan oleh kekuasaan Fir’aun “wa malai-hi” dan
segala kaki tangannya terhadap kaumnya. Sebab itu maka
pengalaman-pengalaman yang pahit, yang dilihat, yang didengar menambah
pengetahuannya tentangg mana yang adil dan mana yang zalim. Kalau terasa
dalam hatinya, bahwa kalau dia yang memegang hukum, tentu begitu
mestinya. Dia pun melihat perbedaan yang mencolok mata tentang perlakuan
kepada rakyat. Kalau yang bersalah itu kaum Quthbi, kaum Fir’aun
sendiri, kesalahannya itu akan ditutup-tutup. Tetapi kalau Bani Israil
yang bersalah, maka hukumnya sangat kejam, tidak sepadan dengan
kesalahan atau pelanggaran yang diperbuatnya. Keadaan yang disaksikan
tiap hari ini menambah matang pribadi Musa, menambah dia cerdik dan
pandai. Allah telah memberinya anugerah
Hukum dan Ilmu. Sebab dalam istana niscaya dia diajar sebagai anak-anak
orang bangsawan dan dalam masyarakat diajar oleh pengalaman-pengalaman
dan melihat kepincangan-kepincangan yang berlaku terhadap rakyat yang
lemah “Dan demikianlah Kami mengganjari orang-orang yang berbuat baik.”
Pada
ujung ayat ini dapat kita menggali suatu kenyataan. Yaitu bahwa
disamping apa yang telah ditentukan oleh Allah bahwa Musa kelak kemudian
hari akan dijadikan Nabi dan Rasul, dengan kehendak Tuhan juga telah
ada orang-orang yang berbuat baik, yang telah berhasil usahanya sehingga
Musa menjadi seorang yang mengerti hukum dan berilmu. Tentu saja yang
berusaha berbuat baik ini adalah orang-orang yang mendidik dan
mengasuhnya. Terutama ibu kandungnya,kedua istri Fir’aun yang budiman
itu. Dipujikan disini bahwa usaha mereka yang baik itu berhasil.[2]
3) Tafsir Al Maraghi
Dalam
ayat-ayat terdahulu Allah menceritakan bahwa Dia telah melimpahkan
nikmat-Nya kepada Musa diwaktu kecil, seperti menyelamatkannya dari
kebiasaan setelah diletakkan didalam peti dan dilemparkan kesungai,
serta menyelamatkan dari penyembelihan yang melanda anak-anak Bani
Israil. Dalam ayat ini Allah menceritakan bahwa Dia melimpahkan nikmat
kepadanya ketika dewasa, seperti memberinya ilmu dan hikmah, kemudian
mengutusnya sebagai rasul dan Nabi kepada Bani Israil dan bangsa Mesir. Selanjutnya
Allah menceritakan bahwa Musa membunuh seorang bangsa Mesir yang
berkelahi dengan orang Yahudi dengan tinju yang mengakibatkan
kematiannya. Lalu Musa memohon ampun kepada Allah atas perbuatannya
tersebut, dan bertekad tidak menolong seorang yang sesat dan berdosa.
Tetapi manakala melihat perkelahian lain antara orang Yahudi tersebut
dengan orang Qibti yang lain, Musa terdorong untuk menolong kembali
orang Yahudi tersebut, sehingga orang Mesir itu berkata, “Apakah kamu
hendak mengadakan perdamaian dimuka bumi, ataukah hendak menjadi orang
yang berbuat sesuatu tanpa memikirkan akibatnya dan menjadi orang yang
mengadakan kerusakan?”
Penjelasan :
Setelah
tubuhnya kuat dan akalnya sempurna, maka kami memberinya pemahaman
agama dan pengetahuan tentang syari’at. Sebagaimana Kami telah memberi
balasan kepada Musa atas ketaatannya kepada Kami dan Kami memberinya
kebaikan atas kesabarannya terhadap perintah kami, maka demikian pula
kami membalas setiap hamba yang berbuat kebajikan, mentaati perintah dan
laarangan kami.[3]
4) Tafsir Al-Misbah
Kata ( اشده ) terambil dari kata ( الاشد) yang oleh sementara pakar dinilai sebagai bentuk jamak dari kata ( شد)
kata tersebut dipahami dalam arti kesempurnaan kekuatan. Ulama dalam
hal ini berbeda pendapat dalam usia kesempurnaan manusia. ada yang
menyatakan 20 tahun , tetapi kebanyakan menilai dimulai dari usia 33
tahun. Thabatthaba’i menafsirkan ayat ini bahwa pada gholibnya
kesempurnaan itu terjadi sekitar usia 18 tahun.
Kata ( استوى )
kata ini ada yang memahaminya berfungsi menguatkan kata “Asyuddahu”,
tetapi pendapat yang lebih tepat adalah usia puncak kesempurnaan
kekuatan. Thabathaba’i memahaminya dalam arti ketenangan hidup, dan ini
berbeda antara seseoranag dengan seseorang lain , walaupun menurutnya
pada umumnya terjadi setelah seseorang mencapai umur asyudd.
Tabathtabai memahami kata (حكما)
dalam arti” ketepatan pandangan menyangkut substansi satu persoalan dan
kebenaran penerapannya yang pada akhirnya berarti keputusan yang benar
menyangkut baik buruknya satu pekerjaan serta penerapan keputusan itu.
Kata (المحسنين) adalah jamak dari kata محسن . Kata ihsan menurut al-Harrali sebagaimana dikutip dari al-Biqa’i adalah puncak kebaikan amalperbuatan.
Ar-Raghib
al-Asfahani berpendapat bahwa kata ihsan digunakan untuk dua hal.
Pertama, memberi nikmat kepada pihak lain, dan kedua perbuatan baik.
Karena itu, kata tersebut lebih luas dari sekadar “memberi nikmat atau
nafkah”. maknanya bahkan lebih tinggi dan dalam dari kandungan makna
kata Adil. [4]
C. Penerapan Q.S.Al-Qashash ayat 14 dalam kehidupan sehari-hari
1. Senantiasa beriman kepada Allah dan mempercayai segala sifat-sifat dan kebesaran-Nya.
2. Selalu percaya bahwa Allah pasti akan menepati janji-janjiNya dan mewujudkan apa yang tidak mungkin untuk manusia.
3. Selalu berusaha untuk menjadi seseorang yang baik sesuai syariat dan percaya bahwa itu tidak sia-sia.
4. Selalu beikhtiar, bertawakkal, dan berdoa atas apa yang terjadi dihidup kita.
5. Senantiasa memanfaatkan akal yang telah dianugerahkan Allah untuk kita yaitu berpikir dan mampu membedakan yang baik dan buruk.
.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari
uraian penafsiran diatas dapat diambil kesimpulan bahwa QS, Al-Qashash
berisi mengenai kisah Nabi Musa As dari beliau lahir sampai dengan
diangkatnya menjadi rasul. Qs.Alqashash ayat 14 ini menerangkan bahwa
Allah menganugerahkan kepada manusia akal yang sempurna ketika seseorang
tersebut telah menginjak usia sekitar asyuddu sekitar 20 – 40 tahun,
dalam usia tersebut manusia telah mampu berfikir mana yang baik dan mana
yang buruk.
Selain
itu Allah juga akan memberikan balasan kepada orang-orang yang telah
berbuat baik sesuai dengan syari’at agama islam. dan perintah untuk
percaya kepada janji-janji Allah serta selalu bertawakkal kepada-Nya
DAFTAR PUSTAKA
1. Al-Maragi, ahmad mustafa.1993.Tafsir Al-Maragi.Semarang: PT.Karya Toha Putra Semarang
2. Shihab, M.Quraish.TAFSIR ALMISHBAH:Pesan,Kesan dan Keserasian Al-Qur’an.Jakarta: Lentera Hati
3. Hamka. 1982. Tafsir Al-Azhar Juz XX. Jakarta: Pustaka Panjimas.
Komentar
Posting Komentar