QS. Al-Ahzaab, 33: 21


SUBYEK PENDIDIKAN “MAJAZI”
Nabi sebagai Suri Teladan
(QS. Al-Ahzaab, 33: 21)



A.       Hakikat Suri Tauladan
Suri Tauladan menurut KBBI berarti Contoh yang baik, atau sesuatu yang pantas untuk ditiru, sesuatu yang patut untuk ditiru atau baik untuk dicontoh (tentang kelakuan, perbuatan, sifat, dan sebagainya. Contoh : Ketekunannya menjadi Teladan bagi teman-temannya[1]
Risalah Islam datang untuk menyempurnakan akhlak yang mulia dan mengajak manusia untuk berlomba-lomba menuju kebajikan serta mewujudkan “yang terbaik” (al-lati hiya ahsan).[2]
Dalam agama Islam, keteladanan akhlak berpusat pada Rasuluallah SAW.  dalam setiap perkataan yang berkenaan dengan pembinaan akhlak mulia diikuti pula oleh perbuatan dan kepribadiannya. Beliau dikenal sebagai orang yang shidik (benar), amanah (terpercaya), tabligh (menyampaikan dakwah) , dan fatanah (cerdas).
Kaitannya dengan keteladanan Rasulullah, dalam hal akhlak Beliau menjadi cerminan yang sangat patut untuk ditiru. Dimana orang yang paling berat timbangan amal baiknya di akhirat adalah orang yang paling mulia akhlaknya. Dan orang yang paling sempurna imannya adalah orang yang paling baik akhlaknya.[3] Orang-orang beriman, memuji sikap mereka yang meneladani Nabi Muhammad saw. dua syarat mutlak bagi yang meneladani Rasul saw. Adalah:
1.     Keyakinan tentang keniscayaan kiamat sambil mengharap ganjaran-Nya yang tidak dapat diperoleh kecuali menyesuaikan diri dengan tuntunan Nabi-Nya
2.     Banyak berdzikir dengan mengaitkan setiap aktivitas dengan Allah swt.[4]
Sosok Nabi Muhammad saw. Dan kepribadian beliau merupakan teladan bagi umat Islam. Dalam soal agama, keteladanan itu merupakan kewajiban, selama tidak ada bukti yang menunjukkan bahwa itu khusus buat beliau atau tidak wajib. Sedang dalam soal-soal keduaniaan, maka ia merupakan anjuran yang pelaksanaannya terpulang kepada para pakar dibidang masing-masing. Nabi saw. Bersabda: “apa yang kusampaikan menyangkut ajaran agama. Maka terimalah, sedang kamu lebih tahu persoalan keduniaan kamu”[5]
Nabi Muhammad saw. Tercatat dalam tinta emas sejarah sebagai pembawa perubahan dunia yang paling spektakuler, sebagai suri tauladan umat manusia. hanya dalam waktu 23 tahun Nabi Muhammad telah berhasil mendekonstruksi seluruh kehidupan umat manusia yang sarat kezaliman dan kebiadaban, kemudian merekonstruksikanya menjadi sebuah kehidupan yang sarat nilai luhur. Semua kesuksesan Rasul banak ditopang oleh kearifan, keberanian, kesadaran dan keadilan yang didorong oleh semangat menegakkan akhlakul karimah. Sampai Nabi diberi gelar Al-Amin, yangberarti orang yang terpercaya. Gelar ini diberikan setelah melampaui ujian panjang dalam kehidupannya yang tidak pernah ada cacat kebohongan sama sekali, bahkan selau diwarnai kejujuran dan kesantunan.[6]
Allah memberikan penjelasan seara transparan bahwa akhlak Rasulullah sangat layak untuk dijadikan standar modal bagi umatnya, sehingga layak untuk dijadikan idola yang diteladani sebagai uswatun hasanah. Hal ini mengisyaratkan bahwa tidak ada satu “sisi-gelap” pun yang ada pada diri Rasulullah, karena semua isi kehidupannya dapat ditiru dan diteladani. Selain itu juga mengisyaratkan bahwa Rasulullah sengaja diproyeksikan oleh Allah untuk menjadi “lokomotif” akhlak umat manusia secara universal.
Akhlak Rasulullah tercermin lewat semua tindakan, ketentuan,atau perkataannya senantiasa selaras dengan al-Qur’an dan benar-benar merupakan praktek riil dari kandungan al-Qur’an. Semua perintah dilaksanakan, semua larangan dijauhi, dan semua isi al-Qur’an didalamnya untuk dilaksanakannya dalam kehidupan sehari-sehari.[7]


B.         Tarsir Ayat

"Sungguh, telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari Kiamat dan yang banyak mengingat Allah."
(QS. Al-Ahzab 33: Ayat 21)

1.      Tafsir Al-Misbah
Surat Al-Ahzab ayat 21 satu ini mengarah kepada orang-orang beriman, memuji sikap mereka yang meneladani Nabi saw. Ayat diatas menyatakan: Sesungguhnya telah ada bagi kamu pada diri Rasulullah yakni Nabi Muhammad saw. suri tauladan yang baik bagi kamu yakni bagi orang yang senantiasa mengaharap rahmat kasih sayang Allah dan kebahagiaan hari kiamat, serta teladan bagi mereka yang berzikir mengingat kepada Allah dan menyebut-nyebut nama-Nya dengan banyak baik dalam suasana susah maupun senang.
Bisa juga ayat ini masih merupakan kecaman kepada orang-orang munafik yang mengaku memeluk Islam, tetapi tidak  mencerminkan ajaran Islam. Kecaman itu dikesankan oleh kata laqad. Seakan-akan ayat itu menyatakan: “Kamu telah melakukan aneka kedurhakaan, padahal sesungguhnya         ditengah kamu semua ada Nabi Muhammad yang mestinya kamu teladani”.
Kata ((أسوة uswah atau iswah berarti teladan. Pakar tafsir az-Zamakhsyari ketika menafsirkan ayat diatas, mengemukakan dua kemungkinan tentang maksud keteladanan yang terdapat pada diri Rasulullah. Pertama, dalam arti kepribadian beliau secara totalitasnya adalah teladan. Kedua, dalam arti terdapat dalam kepribadian beliau hal-hal yang patut  diteladani. Pendapat pertama lebih kuat dan merupakan pilihan banyak ulama’.
‘Abbas Mahmud al-‘Aqqad dalam bukunya ‘Abqariyat Muhammad menjelaskan: Ada empat tipe manusia, yaitu Pemikir,  Pekerja, Seniman, dan yang jiwanya larut dalam ibadah. Jarang ditemukan satu pribadi yang berkumpul dalam dirinya dan dalam tingkat yang tinggi  dua dari keempat tipe tersebut, dan mustahil keempatnya berkumpul pada diri sesorang. Namun yang mempelajari pribadi Rasul akan menemukan bahwa keempatnya bergabung dalam peringkatnya yang tertinggi pada kepribadian beliau. Berkumpulnya  keempat tipe dalam kepribadian Rasul ini, dimaksudkan agar seluruh manusia dapat meneladani sifat-sifat terpuji Rasul.[8]


2.      Tafsir Al-Qurthubi
Dalam ayat ini dibahas tiga masalah, yaitu:
Pertama, Firman Allah SWT, حَسَنَةٌ أُسْوَةٌ اللّٰهِ رَسُوْلِ فِيْ لَكُمْ كاَنَ لَقَدْ “Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rassulullah itu suri teladan yang baik bagimu.” Ayat ini juga termasuk sindiran terhadap orang-orang yang absen dari peperangan. Maksudnya adalah, mengapa kalian tidak ikut berperang padahal kalian telah diberiakn contuh yang baik dari Nabi saw, dimana beliau telah berusaha dengan keras untuk memperjuangkan agama Allah dengan cara ikut berperang dalam perang khandak. Sedang menurut Aqabah bin Hassan Al Hijri teladan yang dimaksud pada ayat ini adalah kelaparan yang dirasakan oleh Nabi saw.
Kedua, Firman Allah  حَسَنَةٌ أُسْوَةٌ “Suri teladan yang baik” adalah perbuatan Nabi saw dan teladan yang baik yang harus diikuti oleh seorang muslim pada setaip perbuatannya dan pada setiap keadaannya. Para ulama berlainan pendapat mengenai hukum meneladani Nabi Muhammad saw yang tertera pada ayat ini, apakah diwajibkan ataukan hanya disunnahkan saja ? Ada dua pendapat yang berkembang mengenai permasalahan ini, yaitu:
a.       Perintah ini bersifat wajib, kecuali jika ada dalil lain yang mengatakan bahwa perintah ini hanya sunah.
b.      Perintah ini hanya bersifat sunah saja, kecuali ada dalil lain yang menyebutkan bahwa perintah ini wajib.
Namun besar kemungkinan bahwa perintah pada ayat ini diwajibkan pada permasalahan keagamaan, sedangkan untuk masalah keduniaan perintah ini bersifat sunah saja.
Ketiga, firman Allah   كَثِيْرًا اللّٰهَ وَذَكَرَ الْأَخِرَ وَالْيَوْمَ اللّهَ يَرْجُوْا كاَنَ لِمَنْ  “(Yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) Hari Kiamat dan dia banyak menyebut Allah.” Sa’id bin Jubair berkata, “Makna firman ini adalah, bagi siapa saja yang mengharapkan bertemu dengan membawa keimanan, meyakini hari kebangkitan dimana seluruh amal perbuatan manusia akan diberi ganjarannya.

Lalu para ulama berbeda pendapat mengenai orang0orang yang dimaksud dari firman ini. ada dua pendapat yang berkembang dikalangan mereka, yaitu:
  1. Mereka yang dimaksud adalah orang-orang munafik, karena ayat ini terhubung dengan ayat-ayat sebelumnya yang berbicara tentang mereka.
  2. Orang-orang yang dimaksud untuk mengambil teladan dari Nabi saw adalah orang-orang yang beriman, karena pada firman selanjutnya disebutkan, الْأَخِرَ وَالْيَوْمَ اللّهَ يَرْجُوْا كاَنَ لِمَنْ  “(Yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) Hari Kiamat.”[9]
3.      Tafsir Al-Azhar
Sesudah Allah menrinci keadaan orang-orang munafik dan membeberkan kerendahan sifat pengecut mereka yang besar itu, lalu Dia mencela mereka dengan sangat. Celaan itu diungkapkan oleh Allah dengan cara memberikan penjelasan kepada mereka, bahwa telah ada di dalam diri Rasulullah pelajaran yang baik, senadainya mereka mau mengambil pelajaran, dan teladan yang baik seandainya mereka mau mencontohnya.
Firman Allah dalam surat al-Ahzab ayat 21 ini menunjukkan bahwa sesungguhnya norma-norma yang tinggi dan teladan yang baik itu telah dihadapan kalian, seandainya kalian menghendakinya. Yaitu hendaknya kalian mencontoh Rasulullah saw. Didalam amal perbuatannya, dan hendaknya kalian berjalan sesuai dengan petunjuknya, sendainya kalian benar-benar menghendaki pahala dari Allah serta takut akan azab-Nya di hari semua orang memikirkan dirinya sendiri dan pelindung serta penolong ditiadakan, kecuali amal shaleh yang telah dilakukan seseorang (pada hari kiamat). Dan adalah kalian orang-orang yang selalu ingat kepada Allah dengan ingatan yang banyak, maka sesungguhnya ingat kepada Allah itu seharusnya membimbing kamu untuk taat kepadanya dan mencontoh perbuatan-perbuatan Rasul-Nya.[9]
  1. Pendidik merupakan Suri Teladan dan idola bagi peserta didik
Pada dasarnya perilaku yang dapat di tunjukan oleh peserta didik di pengaruhi oleh latar belakang pndidikan dan pengalaman yang dimiliki oleh seorang guru. Atau dengan kata lain guru mempunyai pengaruh terhadap perubahan peserta didik. Untuk itulah guru harus dapat menjadi contoh suri teladan bagi peserta didik, karena guru adalah refresentatif dari sekelompok orang pada suatu komunitas atau masyarakat yang diharapkan dapat menjadi teladan, yang dapat di gugu dan ditiru.

Keteladanan adalah making something as an example, providing a model yang artinya, menjadikan sesuatu sebagai teladan.

Teladan adalah segala sesuatu yang terkait dengan perkataan, perbuatan, sikap dan prilaku seorang yang dapat di tiru atau di teladani oleh pihak lain. Sedangkan guru atau pendidik adalah pemimpin sejati, pembimbing dan pengarah yang bijak sana, pencetak para tokoh dan pemimpin umat ( isa, 1994 ). Jadi keteladan guru yang baik adalah contoh yang baik dari guru baik yang berhubungan dengan sikap, prilaku, tutur kata, mental, maupun yang terkait dengan akhlak yang moral yang patut dijadikan contoh peserta didik.

Lebih jauh Abdullah Nashi Ulwan dalam Dwiastuti (2006) memberikan resep untuk membentuk keteladanan guru dan orang tua dalam membentuk kepribadian anak, keteladanan anak meliputi kejujuran, amanah, iffah ( menjaga diri dari perbuatan yang tidak diridhoi ), pemberian kasih sayang, perhatian, menyediakan sekolah yang cocok, dan memilihkan teman bagi anaknya.

1.      Jadikan Nabi Muhammad sebagi sentral suri tauladan dalam segala hal terutama dalam soal agama dan berakhlak.
2.      Seorang guru harus bisa menjadi suri tauladan bagi peserta didiknya dan bagi masyarakat sekitarnya.
3.      Seorang guru harus memiliki karakter pemikir,  pekerja, multitelent, dan taat beribadah.
4.       Orang yang mengaharap rahmat dan kebaikan di hari kiamat sudah sepatutnya mengikuti suri tauladan Rasulullah dan banyak berdzikir kepada Allah.


Ciri-ciri guru yang baik :

1.       Memahami dan menghormati anak didik
2.       Menyesuaikan metode mengajar dengan bahan pelajaran
3.      Menyesuaikan bahan pelajaran dengan kesiapan dan kesanggupan individu
4.      Mengaktifkan siswa dalam konteks belajar
5.      Memberi pengertian bukan hanya kata-kata belaka[10]



[1] https://kbbi.web.id/teladan (Diakses 25, Oktober 2018, pukul 22.34)
[2] Ibn Taimiiyyah al-Harrani dan Ibn Qayyim al-Jauziyah, Cantik Luar Dalam, (Jakarta: Serambi, 2002), hlm. 19
[3] Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf, (Jakarta: Rajawali Pers, 2011) hlm. 76-77
[4] M. Quraish Shihab, Al-Lubab (Makna, Tujuan, dan Pelajaran dari Surah-Surah al-Qur’an), (Tangerang: Lentera Hati, 2012), hlm. 215-216

[5] M. Quraish Shihab, Ibid, hlm. 218-219
[6] Nur Hidayat, Akhlak Tasawuf, (Yogyakarta: Penerbit Ombak, 2013), hlm. 32-34
[7] Nur Hidayat, ibid, hlm.  25-26

[8] M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah (Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an), (Jakarta: Lentera Hati, 2002), hlm. 242-244

[9] Syaikh Imam Al Qurthubi, Tafsir Al Qurthubi, (Jakarta: Pustaka Azzam, 2009), hlm.  387-390

 



Komentar

Postingan populer dari blog ini

QS,AL-BAQARAH AYAT:31

Q.S. Al-Baqarah : 128

Qs. Al-Kahfi ayat 66