QS. AL - BAQARAH AYAT 189
METODE PENDIDIKAN “SPECIAL”
( METODE TANYA JAWAB )
QS. AL - BAQARAH AYAT 189
A.
Hakikat Metode Tanya Jawab
1.
Pengertian Metode Tanya Jawab
Menurut bahasa, istilah metode berasal dari kata meta dan hodos.
Meta berarti melalui dan hodos berarti jalan atau cara. Dengan demikian metode
dapat diartikn cara atau jalan yang dilalui untuk mencapai suatu tujuan. Dalam
bahasa Arab, metode dikenal dengan istilah thariqah dan juga sering diungkapkan
dengan istilah al – manhaj dan al – washilah yang berarti sistem dan perantara
atau mediator.[1] Metode
tanya jawab ialah penyampaian pesan pengajaran dengan cara mengajukan
pertanyaan-pertanyaan dan siswa memberikan jawaban, atau sebaliknya siswa
diberi kesempatan bertanya dan guru menjawab pertanyaan.[2]
Metode tanya jawab adalah salah satu teknik mengajar yang dapat
membantu kekurangan-kekurangan yang terdapat pada metode ceramah. Ini
disebabkan karena guru dapat memperoleh gambaran sejauh mana murid dapat
mengerti dan dapat mengungkapkan apa yang telah diceramahkan. Dalam kegiatan
belajar mengajar melalui tanya jawab, guru memberikan pertanyaan-pertanyaan
atau siswa diberikan kesempatan untuk bertanya terlebih dahulu pada saat
dimulai pelajaran, pada saat pertengahan dan pada akhir pelajaran.
Metode tanya jawab ini tidak dapat digunakan sebagai ukuran untuk
menetapkan kadar pengetahuan setiap anak didik dalam suatu kelas, karena metode
ini tidak memberi kesempatan yang sama pada setiap murid untuk menjawab
pertanyaan. Metode tanya jawab dapat dipakai oleh guru untuk menetapkan
perkiraan secara umum apakah anak didik yang mendapat giliran pertanyaan sudah
memahami bahan pelajaran yang diberikan.
Anak didik yang biasanya kurang mencurahkan perhatiannya terhadap
pelajaran yang diajarkan melalui metode ceramah akan berhati-hati terhadap
pelajaran yang diajarkan melalui metode tanya jawab. Sebab anak didik tersebut
sewaktu-waktu akan mendapatkan giliran untuk menjawab suatu pertanyaan yang
akan diajukan kepadanya.
Metode tanya jawab ini tidak dapat digunakan sebagai ukuran untuk
menetapkan kadar pengetahuan setiap anak didik dalam suatu kelas, Karena metode
tanya jawab tidak memberi kesempatan yang sama pada setiap pelajar untuk
menjawab pertanyaan. Hal itu disebabkan karena pelajar yang dapat menjawab
pertanyaan hanyalah pelajar yang maksimal dalam belajarnya.[3]
Untuk menghindari sesuatu yang dapat terjadi dalam metode tanya
jawab terutama yang bersifat negatif maka perlu diperhatikan hal-hal sebagai
berikut:
1. Pertanyaan harus singkat, jelas dan merangsang
berfikir
2. Sesuai dengan kecerdasan dan kemampuan anak
didik yang menerima pertanyaan
3. Memerlukan jawaban dalam bentuk kalimat atau
uraian kecuali yang bersifat objektif tes dapat menggunakan ya atau tidak
4. Usahakan pertanyaan yang punya jawaban pasti
bukan pertanyaan yang mempunyai jawaban beberapa alternatif.
Teknik mengajukan pertanyaan :
a. Mula-mula diajukan kepada semua anak
didik baru ditanyakan kepada anak didik tertentu.
b. Berikan waktu untuk berfikir dan menyusun
jawaban.
c. Pertanyaan diajukan bergilir, jangan
berdasarkan urutan bangku atau urutan daftar yang telah disusun (daftar hadir).
2.
Tujuan Metode Tanya Jawab:
a. Mengecek dan
mengetahui sampai sejauh mana kemampuan anak didik terhadap pelajaran yang
dikuasai.
b. Memberi kesempatan
kepada anak didik untuk mengajukan pertanyaan kepada guru tentang suatu masalah
yang belum difahami.
c. Memotivasi dan
menimbulkan kompetensi belajar.
d. Melatih anak didik
untuk berfikir dan berbicara secara sitematis berdasarkan pemikiran yang
sebenarnya.
3.
Kelebihan dan Kelemahan Metode Tanya Jawab
·
Kelebihannya Metode Tanya Jawab :
a. Kelas akan hidup karena anak didik aktif
berfikir dan menyampaikan pikiran melalui berbicara.
b. Baik sekali untuk melatih anak didik agar
berani mengemukakan pendapatnya.
c. Akan membawa kelas kedalam suasana diskusi.
d. Melatih peserta didik untuk berfikir dan berbicara secara
sistematis.
e. Memberikan kesempatan kepada peserta didik mengembangkan unuk
mengajukan pertanyaan kepada guru tentang suatu masalah yang belum dipahami.
·
Kelemahan Metode Tanya Jawab :
a. Waktu yang digunakan dalam pelajaran tersita
dan kurang dikontrol secara baik oleh guru karena banyaknya pertanyaan yang
timbul dari siswa.
b. Kemungkinan terjadi penyimpangan perhatian
siswa bilamana terdapat pertanyaan atau jawaban yang tidak berkenan dengan
sasaran yang dibicarakan.
c. Jalannya pengajaran kurang dapat terkoordinir
secara baik, karena timbulnya pertanyaan-pertanyaan dari siswa yang mungkin
tidak dapat dijawab secara tepat, baik oleh guru maupun oleh siswa.
d. Bagi siswa yang tidak aktif atau jarang
bertannya bahkan tidak pernah, terkadang menjadi malu kepada teman-temannya.
e. Menimbulkan
rasa gugup pada peserta didik yang tidak memiliki keberanian menjawab dan
bertanya ( kemampuan lisan).
Dan untuk menggunakan metode tanya jawab,
perlu diperhatikan hal-hal berikut:
1. Rumuskan tujuan pengajaran secara spesifik
yang berpangkal pada tingkah laku siswa.
2. Guru melakukan pertanyaan dari hal-hal yang
sederhana kemudian dilanjutkan kepada pertanyaan-pertanyaan yang mendasar
tentang materi yang dibicarakan.[4]
B.
Dalil tentang Metode Tanya Jawab
QS. Al-Baqarah Ayat 189 :
يَسْأَلُونَكَعَنِالْأَهِلَّةِ
ۖ قُلْهِيَمَوَاقِيتُلِلنَّاسِوَالْحَجِّ ۗ
وَلَيْسَالْبِرُّبِأَنْتَأْتُواالْبُيُوتَمِنْظُهُورِهَاوَلَٰكِنَّالْبِرَّمَاتَّقَىٰ
ۗ وَأْتُواالْبُيُوتَمِنْأَبْوَابِهَا ۚ وَاتَّقُوااللَّهَلَعَلَّكُمْتُفْلِحُونَ
Artinya: Mereka bertanya
kepadamu tentang bulan sabit. Katakanlah: “Bulan sabit itu adalah tanda-tanda
waktu bagi manusia dan (bagi ibadat) haji; Dan bukanlah kebajikan memasuki
rumah-rumah dari belakangnya, akan tetapi kebajikan itu ialah kebajikan orang
yang bertakwa. Dan masuklah ke rumah-rumah itu dari pintu-pintunya; dan
bertakwalah kepada Allah agar kamu beruntung. (QS. Al-Baqarah, 2:189)
Tafsiran Ayat :
1)
Al-Misbah
Mereka bertanya kepadamu tentang bulan sabit, mengapa bulan pada
mulanya terlihat seperti sabit, kecil, tetapi dari malam ke malam ia membesar
hingga mencapai purnama, kemudian mengecil dan mengecil lagi, sampai menghilang
dari pandangan? Katakanlah, “bulan sabit itu adalah tanda-tanda waktu bagi
manusia, waktu dalam penggunaan Al-Qur’an adalah batas akhir peluang untuk
menyelesaikan suatu aktivitas. Ia adalah kadar tertantu dari masa ke masa.
Dengan keadaan bulan seperti itu manusia dapat mengetahui dan merancang
aktivitasnya sehingga dapat terlaksana sesuai dengan waktu yang tersedia, tidak
terlambat, apalagi terabaikan dengan berlalunya waktu, dan juga untuk
pelaksanaan ibadah haji.
Kembali kepada pertanyaan sahabat Nabi di atas, al-Qur’an tidak
menjawabnya sesuai dengan harapan mereka, tetapi memberi jawaban lain yang
lebih sesuai dengan kepentingan mereka. Hal serupa banyak terjadi dengan tujuan
mengingatkan padanya bahwa ada yang lebih wajar ditanyakan daripada yang
diajukan. Memang Al-Qur’an adalah salah satu bentuk pendidikannya adalah
mengarahkan mereka melalui jawaban-jawabannya.
Allah menegaskan bahwa, bukanlah kebajikan memasuki rumah-rumah
dari belakangnya, akan tetapi kebajikan ialah kebajikan orang yang bertakwa,
atau kebajikan adalah siapa yang menghindar dari kebiasaan dan pertanyaan yang
serupa dengan yang dinyatakan di atas dan dalam kondisi yang serupa pula.
Karena itu masuklah ke rumah-rumah itu dari pimtunya. Bertakwalah kepada Allah,
berarti laksanakan tuntutan-Nya sepanjang kemampuan kamu dan jauhi larangan-Nya
agar kamu beruntung.[5]
2) Jalalain
يَسْأَلُونَكَعَنِالْأَهِلَّةِ
ۖ قُلْهِيَمَوَاقِيتُلِلنَّاسِوَالْحَجِّ ۗ وَلَيْسَالْبِرُّبِأَنْتَأْتُواالْبُيُوتَمِنْظُهُورِهَاوَلَٰكِنَّالْبِرَّمَاتَّقَىٰ
ۗ وَأْتُواالْبُيُوتَمِنْأَبْوَابِهَا ۚ وَاتَّقُوااللَّهَلَعَلَّكُمْتُفْلِحُونَ
(Mereka menanyakan kepadamu) hai Muhammad, (tentang bulan sabit).
'Ahillah' jamak dari 'hilal'. Pada permulaannya tampak kecil tipis kemudian
terus bertambah hingga penuh dengan cahaya. Lalu kembali sebagaimana semula,
maka keadaannya tidak seperti matahari yang tetap (katakanlah) kepada mereka,
("Ia adalah tanda-tanda waktu); mawaaqiit jamak dari miiqaat (bagi
manusia) untuk mengetahui waktu bercocok tanam, berdagang, idah wanita,
berpuasa, dan berbuka mereka (dan bagi haji) diathafkan atau dihubungkan kepada
manusia, artinya untuk diketahui waktunya. Karena seandainya bulan tetap dalam
keadaan yang sama, tentulah hal itu tidak dapat diketahui (Dan bukanlah
kebaktian, jika kamu memasuki rumah-rumah dari belakangnya) yakni di waktu
ihram, dengan membuat lubang di belakang rumah untuk tempat keluar masuk kamu
dengan meninggalkan pintu. Hal itu biasa mereka lakukan dulu dan mereka anggap
sebagai kebaktian, (tetapi kebaktian itu), maksudnya orang yang berbakti (ialah
orang yang bertakwa) kepada Allah dengan tidak melanggar perintah-perintah-Nya,
(dan masuklah ke rumah-rumah itu dari pintu-pintunya) baik sewaktu ihram maupun
pada waktu-waktu lainnya, (dan bertakwalah kepada Allah agar kamu beroleh
keberuntungan").[6]
3)
Al-Azhar
Mereka bertanya kepada engkau dari hal bulan sabit. Katakanlah: dia
itu adalah waktu-waktu yang ditentukan untuk manusia dan untuk haji. (pangkal
ayat 189). Mereka menanyakan mengapa bulan begitu, bukan menanyakan apa yang
berfaedah yang kita ambil dari keadaan bulan yang demikian. Belia berikan
jawaban yang sesuai dengfan kewajiban beliau sebagai Rasul, sehingga kesanalah
perhatian yang bertanya dibawa. Maka beliau katakanlah bahwasanya bulan terbit
dengan keadaan yang demikian itu membawa hikmat yang penting sekali buat kita.
Bulan sabit adalah untuki menentukan waktu bagi manusia. Dengan bulan yang
demikian halnya manusia dapat menentukan iddah perempuan setelah bercerai,
kapan waktu puasa, sampai pada waktu hari raya dan mengeluarkan zakat sekali
setahun, sampai kepada waktu mengerjakan haji.
Kemudian datanglah sambungan ayat: “dan tidaklah kebajikan itu
bahwa kamu masuk ke rumah kamu dari belakangnya, tetapi yang kebajikan ialah
barang siapa yang bertakwa”. Menurut penafsiran dari penafsir Abu Ubaidah bahwa
sambungan ini adalah senafas dengan yang sebelumnya, yaitu kalau hendak masuk
ke dalam rumahmu janganlah dari pintu belakang. Maksudnya kalau hendak
menanyakan sesuatu hal kepada seseorang hendaklah piulih soal yang pantas
dijawab . kalau hendak menanyakan mengapa bulan mulanya laksana sabit, lama
lama penuh dan khirnya kecil sebagai sabit lagi, janganlah hal itu ditanyakan
kepada Nabi, tetapi tanyakanlah pada ahli falak. Tetapi kalau ditanyakan kepada
Nabi apa hikmat yang dapat diambil dari peredaran bulan demikian, akan dapatlah
dijawab oleh Nabi menurut selayaknya dan dapat sepadan dengan beliau.
Selanjutnya Tuhan berfirman: “Dan datanglah ke rumah-rumah dari pintu-pintunya,
dan takwalah kepada Allah, supaya kamu beroleh kejayaan.” (ujung ayat 189).[7]
4)
Al-Maraghi
Mereka bertanya kepadamu (Muhammad) tentang hikmah berbeda-bedanya
bentuk hilal dan faedahnya. Kemudian Rasulullah menjawab hilal itu adalah
tanda-tanda bagi umat manusia di dalam menentukan urusan dunia mereka. Dengan
hilal tersebut mereka mengetahui waktu mana yang paling tepat untuk melakukan
cocok tanam atau berdagang. Hilal juga merupakan tanda-tanda waktu ibadah.
Mereka bisa mentukan bulan Ramadhan dan saat berakhirnya bulan puasa. Terutama
sekali, hilal itu dipakai untuk menentukan waktu haji.
Imam Bukhori dan Ibnu Jahir dari Al-Barra’ menceritakan bahwa
orang-orang Arab di masa jahiliyyah jika melakukan ihram harus memasuki rumah
nya dari pintu belakang. Kemudia turunlah ayat ini.
Setelah Allah memberitahukan kesalahan yang mereka lakukan, yakni
dalam hal memasuki rumah dari belakang, dan dugaan mereka bahwa hal tersebut
termasuk amal kebajikan yang hakiki. Kebajikan yang hakiki adalah takwa kepada
Allah dengan menjauhkan diri dari perbuatan-perbuatan maksiat dan kotor, serta
menghiasi diri dengan keutamaan-keutamaan, dan mengikuti kebenaran-kebenaran
dan beramal kebajikan. Datangilah rumah kalian dari depan, dan hendaklah batin
kalian adalah cermin lahiriyah, dan bertakwalah kepada Allah jika kalian
mengharapkan keberhasilan dalam amaliah dan mencapai tujuan yang
dicita-citakan. Orang-orang yang bertakwa kepada Allah selalu mendapatkan ilham
menuju jalan keberhasilan.[8]
5)
Al-Lubab
Ayat 189 menjawab pertanyaan tentang
bulan mengaapa bermula terlihat sabit kemudian membesar menjadi purnama, lalu
kembali menjadi sabit lagi, dan menghilang dari pandangan. “Itu adalah
tanda-tanda waktu bagi manusia sekaligus untuk penetapan waktu melaksanakan
haji”, demikian jawaban Allah swt. Ini disusul dengan perintah masuk di
pintu-pintu depan rumah, bukan meloncat ke atap atau membobol tembok dari
belakang, sebagaimana adat kebiasaan sementara kaum musyrik ketika mereka selesai
melaksanakan haji.[9]
C.
Implementasi Metode Tanya Jawab
dalam Pendidikan
1) Aplikasi dalam
Kehidupan
Di dalam menuntut ilmu, kita diharuskan
menanyakan apa yang belum kita pahami, karena jika kita berusaha menafsirkan
sendiri, maka kita mungkin bisa saja tersesat dalam menuntut ilmu. Di dalam menanyakan atau menjawab sesuatu itu juga harus ada tata
cara dan harus sopan di dalam bertanya maupun menjawabnya.
Doa meminta dipahamkan ilmu perlu
senantiasa diucapkan, dan memohon kepada Allah agar ilmu itu ditambahNya, sebab
Allah-lah sumber segala ilmu.
2) Aspek Tarbawi.
a. Dalam menuntut
ilmu itu hendaknya selalu berdoa kepada Allah agar ilmu yang kita terima tidak
menyimpang dan sesuai dengan yang diajarkan Nabi Muhammad SAW.
b. Didalam
menuntut ilmu, hendaknya belajar untuk bertanya. Jangan takut dianggap tidak
paham oleh orang lain. Yang penting ilmu yang diterima itu benar.
c.
Didalam menuntut ilmu, hendaknya juga
harus mengamalkannya kepada orang lain, agar tidak hanya bermanfaat bagi kita
saja, tetapi bermanfaat untuk orang lain. Selain itu agar kita tidak lupa ilmu
yang sudah kita pelajari.
d.
Setelah kita berusaha dalam menuntut
ilmu, kita selalu bertawakal kepada Allah karena hal yang baik menurut kita,
belum tentu baik menurut Allah, begitu juga sebaliknya. Mungkin ada hal baik
yang sudah direncanakan oleh Allah.
e.
Selalu berusaha dan tidak langsung
pasrah dengan kehidupan yang buruk atau masih diberi cobaan oleh Allah. Kita
harus tetap optimis.
[1] Heri Gunawan, Pendidikan Islam, Kajian Teoritis dan Pemikiran
Tokoh, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2014) hlm. 225 - 226
[2] Basyirudin Utsman, Metodologi
pembelajaran Agama Islam, (Jakarta: PT.Intermasa,2002), hlm. 43
[3] Zakiah
Drajat,dkk, Metodik Khusus Pengajaran Agama Islam, (Jakarta:
Bumi aksara, 1995), hlm.
307
[4] Op. Cit, hlm. 44
[5] M. Quraisy Shihab, Tafsir Al-Mishbah, (Tangerang: Penerbit
Lentera Hati, 2005), hlm. 417-419
[6] Imam Jalaluddin
Al-Mahalli dan Imam Jalaludin As-Suyuti, Terjemahan Tafsir Jalalain,
(Bandung: Sinar Baru Algesindo, 2010), hlm. 119
[7] Hamka, Tafsir Al-Azhar Jus II, ( Jakarta: Pustaka Panjimas,
2002 ), hlm. 148-150
[8] Ahmad Mustafa Al-Maraghi, Tafsir Al-Maraghi,(Semarang: PT. Karya Toha
Putra Semarang, 1993), hlm. 146-151
[9] M.Quraish Shihab, Tafsir Al-Lubab,
(Jakarta: Lentera Hati,2012), hlm. 60-51
Komentar
Posting Komentar