QS. AN-NAJM, 53: 5-6

SUBYEK PENDIDIKAN HAKIKI
"MALAIKAT SEBAGAI PENDIDIK"
QS. AN-NAJM, 53: 5-6
 
 
A.       Hakikat Malaikat
            Istilah malaikat dalam Al-Qur’an banyak ditemukan dengan menggunakan istilah berbeda-beda. Al-Quran sering memakai istilah malak, malakan, malaikat dan malakain. Penyebutan tersebut diulang sekitar 88 kali dalam ayat yang berbeda.
            Kata malaikat adalah bentuk jamak dari kata  malak  yang berarti menguasai. Hal ini memberikan pengertian bahwa malaikat adalah makhluk yang mempunyai tugas untuk menguasai alam dalam arti fisik. Sebagian ulama berpendapat bahwa kata malak adalah derivasi dari kata alaka atau ma’lakahyang mempunyai arti “mengutus” atau “perutusan/risalah”.
            Pengertian ini menunjukan bahwa tugas rohani malaikat adalah sebagai perantara (perutusan) antara Allah dan manusia. Sebagian ulama lain mengatakan bahwa kata malak adalah kata yang terbentuk dari akar kata (adat khat Arab) “la a ka” yang berarti menyampaikan sesuatu. Malak/malaikat adalah makhluk yang bertugas menyampaikan sesuatu dari Allah SWT kepada makhluk. [1]
            Kata malaikat juga berarti suatu sifat yang melekat pada pribadi, atau potensi rasional (istidladh al-aql) yang berfungsi mengaktualisasikan kerja-kerja atau perilaku tertentu melalui kecerdasan dan kemahiran, seperti halnya potensi berhitung dan berbahasa. Potensi itu pada taraf tertentu dapat melekat pada pribadi seseorang yang memilikinya dan biasanya akan berakhir begitu saja.Pengertian ini menunjukkan pada sebuah gejala kejiwaan, dimana jika seseorang yang dalam jiwanya memiliki potensi-potensi seperti potensi para malaikat, maka ia disebut sebagai adamiyan malakiyan, keadaan seperti ini bisa saja terbalik sebagai lawan dari sifat di atas, maka ketika satu kondisi menunjukan pada bentuk-bentuk sikap yang jelek, secara otomatis ia disebut manusia berjiwa setan atau adamiyan syaithaniyan. Ada juga yang mendefinisikan bahwa malaikat itu adalah nama untuk kekuatan-kekuatan alam yang mendorong kepada kebaikan dan kebahagiaan.[2]
            Malaikat adalah makhluk ghaib yang diciptakan Allah dari cahaya yang diberi bentuk oleh Allah dengan beraneka macam bentuk dan memilki sayap, dari masing-masing malaikat ada yang memiliki dua, tiga dan empat hingga tak terhitung jumlahnya dan ia diciptakan sebagai utusan dan perantara Allah SWT kepada makhluknya.
Banyak ulama berpendapat bahwa malaikat adalah makhluk halus yang diciptakan Allah dari cahaya yang mempunyai kekuatan untuk mengubah dirinya menjadi makhluk lain, yang taat mematuhi perintah Allah dan sedikitpun tidak pernah membantah atas apa yang telah Allah perintahkan. Muhammad Sayid Tanthawi mantan mufti Mesir dalam pendapatnya yang dikutip oleh Quraish Shihab mengatakan bahwa :
Malaikat adalah tentara Tuhan. Tuhan menganugrahkan kepada mereka akal dan pemahaman, menciptakan bagi mereka naluri untuk taat, serta memberi mereka kemampuan untuk berbentuk dengan berbagai bentuk yang indah dan kemampuan untuk mengerjakan pekerjaan yang berat.[3]
Sebagai makhluk yang di takdirkan menjadi pembantu Allah, malaikat selalu mengatur kerajaan Allah sesuai dengan kehendak dan perintahNya. Dalam menjalankan tugasnya, malaikat tidak pernah melakukan sesuatu atas dasar kemauannya sendiri. Mereka tidak pernah melanggar perintah, sebaliknya mereka selalu berjalan dan bertindak sesuai dengan titahNya tanpa mengurangi atau menambahinya. Semua perintah itu mereka lakukan secara terus-menerus tanpa henti hingga datangnya hari kiamat nanti. Al-Quran mengisahkan bagaimana ketaatan para malaikat itu:
“Malaikat itu takut kepada Tuhannya yang berkuasa di atas mereka dan (mereka) mengerjakan apa saja yang di perintahkan”. (QS.An-Nahl:50)
Ayat lain menjelaskan:
“Bahkan malaikat itu adalah para hamba Allah yang di muliakan, Mereka tidak mendahului Allah dengan perkataan dan mereka mengerjakan sesuai dengan perintahNya. Allah mengetahui apa yang ada dihadapan mereka dan apa yang ada di belakang mereka. Mereka juga tidak dapat memberikan pertolongan, melainkan kepada orang-orang yang di sukai oleh Allah dan mereka itupun selalu berhati-hati karena takut kepadaNya”. (QS.Al-Anbiya’:26-28)
Itulah makhluk ghaib yang bernama malaikat. Rasa takut mereka terhadap Allah telah menjadikan makhluk ini begitu tunduk dan patuh terhadap semua perintahNya. Selama hidup, malaikat tak pernah sekalipun melakukan pembangkangan apalagi pengingkaran terhadap Tuhan.
B.       Dalil Malaikat sebagai Pendidik
Q.S An-Najm 5-6
(6) عَلَّمَهُ شَدِيْدُالْقُوَى (5) ذُوْمِرَّةٍ فَاسْتَوَى
Artinya :
 (5). “Yang  diajarkan kepadanya oleh (Jibril) yang sangat kuat.”
 (6) “Yang mempunyai akal yang cerdas dan (Jibril itu) Menampakkan diri dengan rupa   yang asli (rupa yang bagus dan perkasa)
            Penjelasan Q.S An-najm / 53 :5-6
Ayat 5, dalam ayat ini Allah SWT menerangkan bahwa nabi Muhammad SAW diajari oleh malaikat jibril. malaikat jibril itu sangat kuat, baik ilmunya maupun amalnya.  Dari sinilah jelas bahwa nabi Muhammad itu bukan diajari oleh manusia, tapi beliau diajari oleh malaikat yang sangat kuat.
Ayat 6, Allah SWT menerangkan, bahwa malaikat jibril memiliki kekuatan yang luar biasa. Seperti dalam suatu riwayat yang menjelaskan bahwa malaikat jibril pernah membalikan perkampungan nabi Lut kemudian mereka diangkat ke langit lalu dijatuhkan ke bumi. Ia juga pernah menghembuskan kaum nabi samud hingga berterbangan. Dan apabila ia turun ke bumi hanya dibutuhkan waktu sekejap mata. Ia juga dapat berubah bentuk seperti manusia.
 Tafsir Ayat
1.      Tafsir Al-Azhar
“Yang memberinya ajaran ialah yang sangat kuat.” (ayat 5)
Inilah jaminan selanjutnya tentang wahyu yang diterima oleh Nabi Muhammad saw., itu. Bahwasannya yang mengajarkan wahyu itu kepada beliau ialah makhluk yang sangat kuat. Ibnu Katsir dalam tafsirnya bahwa yang dimaksud dengan yang sangat kuat ialah Malaikat Jibril.
“Yang mempunyai keteguhan.” (pangkal ayat 6). Mujahid, al-Hasan dan Ibnu Zaid member arti: “Yang mempunyai keteguhan.” Ibnu Abbas member arti: “Yang mempunyai rupa yang elok.” Qatadah member arti: “Ynag mempunyai bentuk badan yang tinggi bagus.” Ibnu Katsir ketika member arti berkata: “Tidak ada perbedaan dalam memberi arti yang dikemukakan itu.” Karena Malaikat Jibril itu memang bagus dipandang mata dan mempunyai kekuatan luar biasa. Lanjutan ayat ialah Fastawaa (فا ستو ى) artinya: “yang menampakkan diri yang asli.”
Menurut riwayat dari Ibnu Abi Haitam yang diterimanya dari Abdullah bin Mas’ud, bahwasannya Rosululloh saw. melihat rupanya yang asli itu dua kali. Kali yang pertama ialah ketika Rosul saw. meminta kepada Jibril supaya sudi memperlihatkan diri menurut rupanya yang asli. Permintaan itu dia kabulkan, lalu kelihatanlah dia dalam keasliannya itu memenuhi ufuk. Kali yang kedua ialah ketika ia memperlihatkan dalam keadaannya yang asli itu, ketika Jibril akan menemani beliau pergi Isra’ Mi’raj. Dalam pernyataan diri dari keasliannya itu, Nabi melihatnya dengan sayap yang sangat banyak, 600 (enam ratus) sayap.[4]
2.      Tafsir Al- Maraghi
Nabi saw., tak pernah diajari oleh seorang manusia pun. Akan tetapi ia diajari oleh Jibril yang berkekuatan hebat. Sedang manusia itu diciptakan sebagai makhluk yang daif. Ia tidak mendapatkan ilmu kecuali sedikit saja. Di samping itu, Jibril adalah terpercaya perkataannya. Sebab, kecerdasan yang kuat merupakan syarat kepercayaan orang terhadap perkataan orang lain. Begitu pula ia terpercaya hafalan maupun amanatnya. Artinya dia tidak lupa dan tak mungkin merubah.
Jibril memiliki kekuatan-kekuatan pikiran dan kekuatan-kekuatan tubuh. Sebagaimana diriwayatkan bahwa ia pernah mencukil negeri kaum Lut dari laut Hitam yang waktu itu berada dibawah tanah. Lalu memanggulnya pada kedua sayapnya dan diangkatnya negeri itu ke langit, kemudian dibalikkan. Pernah pula ia berteriak terhadap Kaum Samud, sehingga mereka mati semua.
Jibril pernah menampakkan diri dalam rupa yang asli, sebagaimana Allah menciptakan dia dalam rupa tersebut, yaitu ketika Rosululloh saw. ingin melihatnya sedemikian rupa. Yakni bahwa Jibril itu menampakkan diri kepada Rasulullah SAW pada ufuk yang tertinggi, yaitu ufuk matahari. [5]
3.      Tafsir Al-Mishbah
Kata (علمه) ‘allamahu / diajarkan kepadanya bukan berarti bahwa wahyu tersebut bersumber dari malaikat Jibril. Seorang yang mengajar tidak mutlak mengajarkan sesuatu yang bersumber dari sang pengajar. Bukankah kita mengajar anak kita membaca, padahal sering kali bacaan yang diajarkan itu bukan karya kita. Menyampaikan atau menjelaskan sesuatu secara baik dan benar adalah salah satu bentuk pengajaran. Malaikat menerima wahyu dari Allah dengan tugas menyampaikan secara baik dan benar kepada Nabi saw., dan itulah yang dimaksud dengan pengajaran disini.
 Kata (مرة) Mirrah terambil dari kalimat (اَ مْرَرْ تُ الْحَبْلَ) amrartu al-habla yang berarti melilitkan tali guna menguatkan sesuatu. Kata (ذو مرة) dzu mirrah digunakan untuk menggambarkan kekuatan nalar dan tingginya kemampuan seseorang. Al-Biqa’i memahaminya dalam arti ketegasan dan kekuatan yang luar biasa untuk melaksanakan tugas yang dibebankan kepadanya tanpa sedikitpun mengarah kepada tugas selainnya disertai dengan keikhlasan penuh. Ada juga ynag memahminya dalam arti kekuatan fisik, akal, dan nalar.
Ada lagi ulama yang memahami ayat ini sebagai berbicara tentang Nabi Muhammad saw., yakni Nabi agung itu adalah seorang tokoh yang kuat kepribadiannya serta matang pikiran dan akalnya lagi sangat tegas dalam membela agama Allah.
4.      Tafsir Al-Wasith
Yang mengajarkan Al-Qur’an dan yang menyampaikannya dari Rabbul Izzati adalah Malaikat Jibril, yang secara ilmiah dan alamiah. Jibril mempunyai kekuatan yang besar, kebijaksanaan akal dan ketegasan pendapat. Ia menampakkan diri dalam wujud asli yang dengannya ia diciptakan oleh Allah, ketika ia berada di ufuk tertinggi, yakni arah tertinggi dari langit yaitu ufuk yang menaungi dari matahari. Ia menutupi ufuk ketika datang membawa wahyu kepada Nabi SAW, pada kali pertama kedatangannya.[6]
C.       Malaikat Identik dengan Ilmu
Malaikat mempunyai ilmu cukup sempurna yang telah diajarkan Allah kepadanya. Tetapi malaikat tidak memiliki kemampuan untuk mengetahui dan mendefinisikan berbagai perkara sebagaimana yang diberikan oleh Allah kepada manusia. Manusia memang diberi keistimewaan untuk bisa mengenali dan mendefinisikan sesuatu serta mengungkap rahasia sunnatullah pada alam melalui penelitian dan pengamatan dengan menggunakan intelektual yang diberikan oleh Allah SWT kepadanya. Tetapi apa yang diberitahukan Allah kepada malaikat lebih banyak daripada apa yang diketahui oleh manusia. Di antara ilmu yang diberikan Allah kepada malaikat adalah ilmu tentang al kitabah (buku catatan amal manusia).
          Malaikat Jibril adalah malaikat yang kedudukan dan pangkatnya lebih tinggi dibandingkan dengan malaikat lainya. Malaikat Jibril merupakan subyek (perantara) dalam menyampaikan wahyu yang dibawanya dari Allah SWT kepada Nabi Muhammad SAW, dengan dibekali jiwa yang kuat serta akal yang cerdas, sehingga mampu bukan hanya menyampaikan wahyu, tetapi juga mengajarkannya kepada Nabi SAW.
Interaksi Muhammad SAW dengan dengan Allah SWT senantiasa diwarnai kedalam cinta yang penuh penghambaan layaknya seorang abdi pada majikannya yang Maha Mulia, jadi bisa dipahami kalau nabi Muhammad merasa rikuh kalau harus berdialog bebas layaknya guru dan murid ketika berhadapan dengan masalah-masalah yang kurang dipahaminya. Allah yang maha mengetahui mengakomodir hal tersebut dengan menghadirkan figur seorang pindidik bagi Muhammad SAW pada diri pemimpin para malaikatnya, yaitu malaikat Jibril yang mulai.
Pertemuan pertama Muhammad SAW dengan Jibril dimana malaikat tersebut menjalankan tugasnya sebagai Guru terjadi pada malam 17 Ramadhan atau 6 Agustus 610M saat beliau berada di Gua Hira. Muhammad menerima wahyu pertamanya yaitu surat Al-Alaq ayat 1-5.
Pada surat Najm ayat 5-6 ditegaskanya klasifikasi seorang pendidik atau siapa saja yang berkompeten menjadi subjek pendidikan yakni seperti yang tersurat dalam ayat ini adalah seperti halnya seorang malaikat jibril yang mana beliau digambarkan sebagai berikut:
a.    Sangat kuat, maksudnya memiliki fisik dan psikis yang matang dan mampu memecahkan masalah.
b.     Mempunyai akal yang cerdas, yakni seorang pendidik haruslah memiliki akal yang mumpuni dalam bidangnya yakni berkompeten dalam mengajarkan apa yang diajarkannya sebagai seorang subyek pendidikan.
c.   Menampakan dengan rupanya yang asli, yakni seorang subyek pendidikan hendaklah bersikap wajar yang tidak melebih-lebihkan segala sesuatu baik dari dirinya maupun apa yang dilakoninya dalam bidangnya.
 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

QS,AL-BAQARAH AYAT:31

Q.S. Al-Baqarah : 128

Qs. Al-Kahfi ayat 66