Q.S Al-A’raaf Ayat, 176
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Metode Kisah
Istilah
metode dalam bahasa Arab diterjemahkan dengan طريقة
bentuk jamaknya طرائق yang berarti
jalan atau cara yang digunakan untuk mencapai suatu tujuan[1], bila dihubungkan dengan Pendidikan maka langkah
tersebut harus diwujudkan dalam proses pendidikan dalam rangka pembentukan
kepribadian.
Dari
segi asal usul katanya metode berasal dari dua kata, yaitu metha dan hodos yang
berarti jalan atau cara. Dengan demikian metode dapat
berarti jalan atau cara yang harus dilalui untuk mencapai suatu tujuan[2]
Dalam
bahasa arab, kata kisah atau cerita adalah قصةbentuk
jamaknya adalah
قصص yang berarti kisah atau cerita,[3]
sedangkan dalam bahasa Inggris adalah story, tale, dan narrative yang berarti pula cerita.
Jadi metode kisah mengandung arti
suatu cara dalam menyampaikan materi pelajaran dengan menuturkan secara
kronologis tentang bagaimana terjadinya sesuatu hal baik yang sebenarnya
terjadi ataupun hanya rekaan saja. Metode kisah merupakan salah satu metode
yang mashur dan terbaik, sebab kisah ini mampu menyentuh jiwa jika didasarkan oleh ketulusan hati yang
mendalam.[4]
B.
Dalil Metode
Kisah Berdasarkan Al-qur’an
Q.S Al-A’raaf Ayat, 176
وَلَوْ
شِئْنَا لَرَفَعْنَٰهُ بِهَا وَلَٰكِنَّهُۥٓ أَخْلَدَ إِلَى ٱلْأَرْضِ وَٱتَّبَعَ هَوَىٰهُ
ۚ فَمَثَلُهُۥ كَمَثَلِ ٱلْكَلْبِ إِن تَحْمِلْ عَلَيْهِ يَلْهَثْ أَوْ تَتْرُكْهُ
يَلْهَث ۚ ذَّٰلِكَ مَثَلُ ٱلْقَوْمِ ٱلَّذِينَ كَذَّبُوا بِـَٔايَٰتِنَا ۚ
فَٱقْصُصِ ٱلْقَصَصَ لَعَلَّهُمْ يَتَفَكَّرُونَ۟
Artinya: “Dan kalau Kami
menghendaki, sesungguhnya Kami tinggikan (derajat)nya dengan ayat-ayat itu,
tetapi dia cenderung kepada dunia dan menurutkan hawa nafsunya yang rendah,
maka perumpamaannya seperti anjing jika kamu menghalaunya diulurkannya lidahnya
dan jika kamu membiarkannya dia mengulurkan lidahnya (juga). Demikian itulah
perumpamaan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami. Maka ceritakanlah
(kepada mereka) kisah-kisah itu agar mereka berfikir.”[5]
Tafsir
ibu katsir
Demikianlah yang diceritakan oleh Sayyar kepadaku,
tetapi aku tidak tahu barangkali di dalamnya kemasukan sesuatu dari kisah
lainnya. Menurut kami dia adalah Bal'am. Menurut suatu pendapat
yaitu Bal'am ibnu,Ba'ura, menurut pendapat lainnya Ibnu Ibr, dan
menurut pendapat yang lainnya dia adalah Ibnu Ba'ur ibnu Syahtum ibnu
Qusytum ibnu Maab ibnu Lut ibnu Haran, sedangkan menurut pendapat
yang lainnya lagi adalah Ibnu Haran ibnu Azar. Dia tinggal di suatu
kampung yang berada di wilayah Al Balqa. Ibnu Asakir mengatakan bahwa
dialah orang yang mengetahui Ismul A'zam, lalu ia murtad dari
agamanya; kisahnya disebutkan di dalam Al-Qur’an. Kemudian sebagian dari
kisahnya adalah seperti yang telah disebutkan
di atas, bersumberkan dari Wahb dan lain lainnya.
maka perumpamaannya seperti anjing, jika kamu
menghalaunya diulurkannya lidahnya, dan jika kamu membiarkannya
dia mengulurkan lidahnya (juga). Para
ahli tafsir berbeda pendapat mengenai maknanya. Menurut teks Ibnu Ishaq,
dari Salim, dari Abun Nadr, lidah Bal'am terjulur sampai dadanya. Lalu dia
diserupakan dengan anjing yang selalu menjulurkan lidahnya dalam kedua
keadaan tersebut, yakni jika dihardik menjulurkan lidahnya,
dan jika dibiarkan tetap menjulurkan lidahnya. Menurut pendapat lain,
makna yang dimaksud ialah 'Bal'am menjadi seperti anjing dalam hal
kesesatannya dan keberlangsungannya
Menurut pendapat lainnya, makna yang dimaksud ialah
'kalbu orang kafir dan orang munafik serta orang yang sesat kosong dari hidayah,
hatinya penuh dengan penyakit yang tak terobatkan. Kemudian pengertian ini
diungkapkan ke dalam ungkapan itu. Hal yang semisal
Maka ceritakanlah (kepada mereka)
kisahkisah agar mereka berpikir.Allah Swt. berfirman kepada Nabi
Muhammad Saw. yakni agar Bani Israil mengetahui kisah Bal'am dan apa yang
telah menimpa Nya, karena dia telah salah menggunakan nikmat Allah yang
telah dikaruniakan kepadanya, nikmat itu ialah Ismul A 'zam yang diajarkan Allah
kepadanya. Ismul A'zam adalah suatu doa yang apabila dipanjatkan untuk
memohon sesuatu, niscaya dikabulkan dengan seketika. Ternyata Bal'am menggunakan
doa mustajab ini untuk selain ketaatan kepada Tuhannya, bahkan
menggunakannya untuk memohon kehancuran bagi bala tentara TuhanYang Maha
Pemurah, yaitu orang-orang yang beriman, pengikut hamba dan
rasulNya di masa itu, yakni Nabi Musa ibnu Imran a.s. yang dijuluki
sebagai Kalimullah (orang yang pernah diajak berbicara
secara langsung oleh Allah). Karena itulah dalam firman selanjutnya
disebutkan
Amat buruklah perumpamaan orang-orang yang mendustakan
ayat Allah Swt. berfirman bahwa seburuk-buruknya perumpamaan
adalah perumpamaan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami.
Dengan kata lain, seburu-buruk perumpamaan adalah perumpamaan mereka yang
diserupakan dengan anjing, karena anjing tidak ada yang dikejarnya selain
mencari makanan dan menyalurkan nafsu syahwat. Barang siapa yang
menyimpang dari jalur ilmu dan jalan petunjuk, lalu mengejar kemauan hawa
nafsu dan birahinya, maka keadaannya mirip dengan anjing dan seburuk-buruk perumpamaan
ialah yang diserupakan dengan anjing. Karena itulah di dalam sebuah hadis
sahih disebutkan bahwa Nabi Saw. telah bersabda: Tiada pada kami
suatu perumpamaan yang lebih buruk daripada perumpamaan seseorang yang
mencabut kembali hibahnya, perumpamaannya sama dengan anjing, yang memakan
kembali muntahnya.[6]
Tafsir Jalalayn
176. (Dan kalau Kami menghendaki, sesungguhnya Kami
tinggikan dia) kepada derajat para ulama (dengan ayat-ayat
itu). seumpamanya Kami memberikan taufik/kekuatan kepadanya untuk
mengamalkan ayat-ayat itu (tetapi dia cenderung) yaitu lebih menyukai
(kepada tanah) yakni harta benda dan duniawi (dan menurutkan hawa nafsunya yang
rendah) dalam doa yang dilakukannya, akhirnya Kami balik merendahkan
derajatnya. (Maka perumpamaannya) ciri khasnya (seperti anjing jika
kamu menghalaunya) mengusir dan menghardiknya (diulurkannya lidahnya)
lidahnya menjulur (atau) jika (kamu membiarkannya dia mengulurkan lidahnya
juga) sedangkan sifat seperti itu tidak terdapat pada hewan-hewan selain
anjing. Kedua jumlah syarat menjadi hal, ia
menjulurkan lidahnya dalam keadaan terhina dalam segala kondisi.
Maksudnya penyerupaan/tasybih ini ialah mengumpamakan dalam hal
kerendahan dan kehinaan dengan qarinah adanya fa yang memberikan pengertian
tertib dengan kalimat sebelumnya, yakni kecenderungan terhadap duniawi dan
mengikuti hawa nafsu rendahnya, juga karena adanya qarinah/bukti
firman-Nya, (Demikian itulah) perumpamaan itulah (perumpamaan orang-orang yang
mendustakan ayat-ayat Kami. Maka ceritakanlah kisah-kisah itu) kepada
orang-orang Yahudi (agar mereka berpikir) agar mereka mau memikirkannyahingga
mereka mau beriman.[7]
C.
Implementasi Metode Kisah Dalam Pendidikan
Metode cerita
dalam dunia pendidikan harus memperhatikan situasi kapan metode ini cocok
digunakan, tentunya juga dengan memperhatikan tujuan pembelajaran tersebut. Hal
tersebut untuk menjadikan metode cerita yang digunakan tepat sasaan dan dapat
menjadikan materi pembelajaran tersampaikan dengan baik.
Adapun
langkah-langkahnya sebagai berikut:
1. Apersepsi
Guru dapat memberikan apersepsi yang menarik perhatian anak untuk mendengarkan
cerita. Misalnya guru menggunakan metode tanya jawab.
2. Penyajian
Guru dalam menyajikan cerita sejarah hendaknya menggunakan gaya bahasa
cerita, yaitu ia harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
a. Hendaknya guru menggunakan gaya bahasa yang menarik.
b. Penyajian sejarah hendaknya secara periodisasi,
yang setiap periodenya merupakan bagian yang tak terpisahkan dan diselingi
dengan pertanyaan-pertanyaan untuk memantapkan isi pokok dari masing-masing
periode.
c. Menulis judul periode pada papan tulis sebelum
atau sesudah penyajian.
d. Menuliskan nama-nama tokoh yang berperan dalam
cerita yang diuraikan, agar nama-nama tersebut menjadi ingatan pelajar dan
memudahkan mereka mengingatkannya.
e. Dalam penyajian, guru harus memperhatikan usaha
mengkongkretkan pengertian melalui mimic dan pantomimic agar tergugah perasaan
siswa untuk mencintai dan meneladani tokoh pemeran sejarah tersebut.
3. Korelasi
Menghubungkan peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam sejarah dengan
realisasi kehidupan sekarang dan topik-topik pendidikan agama yang lain,
ataupun dengan bidang studi lainnyabila ada kesempatan.
Di samping itu, guru juga harus mengaitkan sejarah dengan kehidupan modern,
guna menggerakkan kecenderungan yang kuat pada diri siswa untuk memiliki
semangat kehidupan masyarakat muslim yang sejahtera.
1. Kesimpulan
Guru menyuruh agar siswa-siswa mengulang cerita,
dan menanyakan kepada mereka peristiwa-peristiwa, periode demi periode. Setelah
itu guru mencatat di papan tulis pokok-pokok kesimpulan dari setiap periode
sebagai ihtisar.Dalam hal ini termasuk rangkuman-rangkuman nilai-nilai luhur,
moral, dan ajaran-ajaran yang berkesan dengan disertakan sedikit penjelasan
tentang keteladanan serta saran-saran yang berguna.
2. Evaluasi
Guru mengadakan diskusi dengan siswa mengenai semua materi yang baru
diberikan untuk mengetahui sampai dimana mereka dapat menguasai pelajaran, atau
dapat juga merekadisuruh menulis bagian-bagian pelajaran yang mengandung nilai
moral, atau mendramatisasikan di depan kelas atau di pentas yang tersedia, atau
menyuruh siswa menuliskan perasaan mereka terhadap tokoh sejarah dan sejauh
mana mereka terpengaruh dengan kepribadian dan tingkah laku tokoh tersebut. Dapat juga guru menyuruh beberapa siswa
mengulangi cerita tersebut dalam bentuk yang baik, yang dapat merangsang
semangat kompetisi positif dikalangan siswa sendiri.
3. Alat-alat peraga
Hendaknya guru menyiapkan bermacam-macam alat
peraga dan menggunakannya bilamana perlu. Dalam menguraikan peristiwa hijrah
nabi misalnya, guru dapat menggunakan slide atau film kalau tersedia,
memperdengarkan rekaman tentang drama yang sering diputar di pemancar radio
pada hari-hari besar Islam seperti maulid, hijrah ataupun Isra’ Mi’raj. Mungkin
juga dapat diambilkan naskah/pita kaset dari pemancar-pemancar yang ada.Atau
salah seorang siswa disuruh merekamnya dari salah satu pemancar yang dapat
ditangkap di daerah tersebut.[8]
[1]
Mahmud Yunus, Kamus Arab Indonesia, (Yayasan
Penyelenggara Penterjemah dan Pentafsir Al-Qur’an, Jakarta), 1973, hlm. 236
[2] Abuddin Nata, Filsafat Pendidikan
Islam, (Logos Wacana Ilmu, Jakarta, 1997),
hlm. 91.
[3] Mahmud Yunus, Op.cit., hlm. 343.
[4] Armai Arief, Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam, (Ciputat
Pers, Jakarta, 2002), hlm. 160
[5] Departemen
Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahannya, hlm. 173
[6] Abdullah, Tafsir Ibnu Katsir Jilid 3,
(Penebar Sunnah, Jakarta, 2002), hlm. 485-488
[7] Diakses dari
(eshaardhie.blogspot.com), Terjemahan Tafsir Jalalain 30 Juz.pdf
[8] Muhammad Abdul Qadir Muhammad, Metodologi Pengajaran
Agama Islam, (Rineka Cipta: Jakarta, 2008), hlm. 170-172.
Komentar
Posting Komentar