QS. At-Tahrim, 66: 6
OBYEK PENDIDIKAN “DIRECT”
Keluarga Tumpuan Harapan
QS. At-Tahrim, 66: 6
A.
Hakikat Keluarga
Kata “keluarga” dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia didefinisikan
dengan beberapa pengertian, di antaranya: (a) Keluarga terdiri dari ibu dan
bapak beserta anak- anaknya, (b) Orang yang seisi rumah yang menjadi tangungan,
(c) Sanak saudara, (d) Satuan kekerabatan yang sangat mendasar dalam
kekerabatan. Ada pula yang mendefinisikan keluarga dengan “persekutuan hidup
bersama berdasarkan perkawinan yang sah dari suami dan istri yang juga selaku
orang tua dari anak-anaknya yang dilahirkan. Terlepas dari beberapa definisi
keluarga yang terdapat dalam berbagai literatur, al-Qur’ān juga mempunyai
term-term (istilah-istilah) tersendiri dalam menyebut atau menerangkan kata
keluarga, salah satunya adalah kata أھل (ahl).
Kata أھل (ahl) mempunyai dua
akar kata dengan pengertian yang jauh berbeda. Akar kata yang pertama adalah
ihālah (اهالة) yang secara
etimologis berarti “lemak yang diris dan dipotong-potong menjadi kecil-kecil”.
Akar kata ahl yang kedua adalah kata ahl
(أھل) itu sendiri, yang baru bisa dipahami
pengertianya setelah dirangkaikan dengan kata yang lain sehinga membentuk suatu
kata majemuk. Kata ahl dengan pengertian kedua inilah yang banyak disebutkan di
dalam al-Qur’ān yang bentuk jamaknya adalah ahlūn (أھلون).
Menurut al-Asfahāniī ada dua macam ahl dalam al-Qur’ān. Pertama,
ahl yang bersifat sempit atau yang disebut dengan الرجل أھل (ahl ar-Rajul) yaitu keluarga yang
senasab, seketurunan atau yang berhubungan darah, mereka biasa berkumpul dalam
satu tempat tinggal. Ahl dalam pengertian ini seperti yang ditunjukan dalam
surat al- Ahzāb (3): 3: Kata ahl al-bait dalam ayat tersebut ditujukan kepada
keluarga Nabi Muhammad. Ulama tafsir sepakat dengan penafsiran itu, hanya saja
mereka berbeda pendapat siapa yang termasuk keluarga Nabi Saw. Di dalam al-
Qur’ān, kata ahl al-bait diulang sebanyak tiga kali yang merujuk kepada
keluarga Nabi (nabi Muhammad/selainnya). Tidak semua kata ahl dinisbahkan
kepada para Nabi, tetapi ada juga yang dinisbahkan kepada selain Nabi, seperti
yang terdapat pada Surat At-Tahrīm (6): 6.
Adapun jenis ahl yang kedua adalah ahl yang bermakna luas, yaitu
dalam arti keluarga seagama أھل الإسلام)).
Ahl dalam pengertian ini seperti yang terdapat dalam surat Hūd (1): 46:
Berkaitan dengan ayat tersebut tersebut, Quraish Shihab menjelaskan bahwa
keturunan khususnya untuk para Nabi dan Rasul bukan hanya ditentukan oleh
hubungan darah dan daging, tetapi oleh hubungan keteladanan dan amal baik.
Menurut al Fayumi kata ahl juga bisa diartikan kerabat di samping
juga dimaknai sebagai pengikut (al atbā') dan penghuni suatu tempat (ashāb
al-makān). Sementara itu, al-Fairuzabadī
berpendapat bahwa makna kata ahl tergantung konteks idhafah-nya (kata
gabunganya). [1]
B.
Dalil Keluarga Sebagai Tumpuan Harapan
$pkr'¯»t tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä (#þqè% ö/ä3|¡àÿRr& ö/ä3Î=÷dr&ur #Y$tR $ydßqè%ur â¨$¨Z9$# äou$yfÏtø:$#ur $pkön=tæ îps3Í´¯»n=tB ÔâxÏî ×#yÏ© w tbqÝÁ÷èt ©!$# !$tB öNèdttBr& tbqè=yèøÿtur $tB tbrâsD÷sã ÇÏÈ
Artinya : Hai orang-orang
yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan
bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar,
keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka
dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.
Tafsir ayat :
1.
Tafsir
al-Misbah
Dalam suasana
peristiwa yang terjadi di rumah tangga Nabi saw. seperti yang diuraikan oleh
ayat-ayat yang lalu (1-5), ayat di atas memberi tuntunan kepada kaum beriman:
hai orang-orang yang beriman, peliharalah diri kamu, antara lain dengan
meneladani Nabi, dan pelihara juga keluarga kamu, yakni istri, anak-anak, dan
seluruh yang berada di bawah tanggungjawab kamu, dengan membimbing dan mendidik
mereka agar kamu semua terhindar dari api neraka yang bahan bakarnya adalah
manusia-manusia yang kafir dan juga batu-batu antara lain yang dijadikan
berhala. Di atasnya yakni yang menangani neraka itu dan bertugas menyiksa
penghuni-penghuninya, adalah malaikat-malaikat yang kasar-kasar hati dan
perlakuannya, yang keras-keras perlakuannya dalam melaksanakan tugas penyiksaan
yang tidak mendurhakai Allah menyangkut apa yang Dia perintahkan kepada mereka
sehingga siksa yang mereka jatuhkan, kendati mereka kasar, tidak kurang dan
juga tidak berlebih dari apa yang diperintahkan Allah, yakni sesuai dengan dosa
dan kesalahan masing-masing penghuni neraka, dan mereka juga senantiasa dan
dari saat ke saat mengerjakan dengan mudah apa yang diperintahkan Allah
kepadanya.
Ayat di atas
menggambarkan bahwa dakwah dan pendidikan harus bermula dari rumah. Walau
secara redaksional ayat di atas tertuju kepada kaum pria (ayah), bukan berarti
hanya tertuju kepada mereka. Ayat ini tertuju kepada perempuan dan laki-laki
(Ibu dan ayah) untuk bertanggungjawab kepada anak-anak dan juga pasangan
masing-masing sebagaimana masing-masing bertanggungjawab atas kelakuannya.
Malaikat yang disifati dengan (غِلاَظ)
gilāzh/kasar bukanlah dalam arti jasmaninya, karena malaikat adalah
makhluk-makhluk halus yang tercipta dari cahaya. Atas dasar ini, kata tersebut
harus dipahami dalam arti kasar perlakuannya atau ucapannya. Karena mereka
telah diciptakan Allah khusus untuk menangani neraka. “Hati” mereka tidak iba
atau tersentuh oleh rintisan, tangis atau permohonan belas kasih, mereka
diciptakan Allah dengan sifat sadis, dan karena itu maka mereka(شذاد) syidād/keras, yakni makhluk-makhluk Allah
yang keras hatinya dan keras pula perlakuannya. (Shihab, jilid 14, 2002: 177)
2.
Tafsir
Ibnu Katsir
Allah SWT berfirman, “Hai orang-orangyang beriman, peliharalah
dirimu dan keluargamu dari api neraka,” yaitu kamu diperintahkan dirimu dan
keluargamu yang terdiri dari istri, anak, saudara, kerabat, sahaya wanita dan
sahaya laki-laki untuk taat kepada Allah. Dan kamu larang dirimu beserta semua
orang yang berada di bawah tanggungjawabmu untuk tidak melakukan kemaksiatan
kepada Allah. Kamu ajari dan didik mereka serta pimpin mereka dengan perintah
Allah. Kamu perintah mereka untuk melaksanakannya dan kamu bantu mereka dalam
merealisasikannya. Bila kamu melihat ada yang berbuat maksiat kepada Allah maka
cegah dan larang mereka. Ini merupakan kewajiban setiap muslim, yaitu
mengajarkan kepada orang yang berada di bawah tanggungjawabnya segala sesuatu
yang telah diwajibkan dan dilarang oleh Allah Ta‟ala kepada mereka.
Allah SWT berfirman, “Yang bahan bakarnya dari manusia dan batu,”
yaitu yang bahan bakarnya terdiri dari manusia dan jin. Allah SWT berfirman,
“Penjaganya malaikat-malaikat yang kasar,” yaitu yang tabiatnya kasar. Allah
telah mencabut dari hati mereka rasa kasih sayang terhadap orang-orang kafir.
“Yang keras,” yaitu susunan tubuh yang sangat keras, tebal, dan penampilannya
yang mengerikan. Wajah-wajah mereka hitam dan taring-taring mereka menakutkan.
Tidak tersimpan dalam hati masing-masing mereka rasa kasih sayang terhadap
orang-orang kafir.
Allah SWT berfirman, “Yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa
yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu dan selalu mengerjakan apa yang
diperintahkan.” Yaitu, mereka tidak pernah menangguhkan bila datang perintah
dari Allah walaupun sekejap mata, padahal mereka bisa saja melakukan hal itu
dan mereka tidak mengenal lelah. (Ar-Rifa‟i, jilid 4, 2000: 751)
3.
Tafsir
Departemen Agama RI
Dalam ayat ini, Allah memerintahkan orang-orang yang beriman agar
menjaga dirinya dari api neraka yang bahan bakarnya terdiri dari manusia dan
batu, dengan taat dan patuh melaksanakan perintah Allah untuk menyelamatkan
mereka dari api neraka. Mereka juga diperintahkan untuk mengajarkan kepada
keluarganya agar taat dan patuh kepada perintah Allah untuk menyelamatkan
mereka dari api neraka. Keluarga merupakan amanat yang harus dipelihara
kesejahteraannya baik jasmani maupun rohani.(Depag RI, jilid 10, 2009: 204).
Ayat diatas mengingingatkan kepada orang tua untuk menyelamatkan
dirinya dan keluarganya khususnya dengan mendidik anak-anaknya untuk beriman
dan bertakwa kepada Allah SWT dengan menjalankan perintah-Nya dan meninggalkan
semua larangan-Nya.
Cara menyelamatkan diri dan keluarganya adalah dengan mendirikan
shalat dan bersabar, sebagaimana firman Allah:
öãBù&ur y7n=÷dr& Ío4qn=¢Á9$$Î/ ÷É9sÜô¹$#ur $pkön=tæ ( w y7è=t«ó¡nS $]%øÍ ( ß`øtªU y7è%ãötR 3 èpt6É)»yèø9$#ur 3uqø)G=Ï9 ÇÊÌËÈ
“Dan perintahkanlah keluargamu melaksanakan
salat dan sabar dalam mengerjakannya.” (Tāhā/20: 132)
Dalam kaitannya dengan kehidupan saat ini, tafsir ayat ini sangat
relevan terlebih kaitannya dalam pendidikan anak. Orang tua diperintahkan
menjaga keluarganya dari siksa api neraka yang bahan bakarnya dari manusia dan
batu. Saat ini banyak sekali anak-anak yang berbuat melampaui batas mereka,
banyak sekali kenakalan-kenakalan yang dilakukan oleh anak. sehingga, orang tua
memiliki kewajiban menberikan ilmu Tauhid atau keimanan dan ketakwaan kepada Allah,
Sebagai upaya untuk menjaganya mereka dari siksa api neraka.[2]
C.
Keluarga Madrasatul Ula
Dalam Qs. At-Tahrim terdapat Nilai-Nilai terhadap proses pendidikan
anak, yakni keluarga adalah institusi pendidikan yang utama dan pertama. Tanggung
jawab seorang ayah, tanggung jawab seorang ibu serta tanggung jawab seorang
anak terhadap kedua orang tua.[3]
Ajaran agama Islam memandang bahwa anak adalah amanat Allah SWT.
Amanat wajib dipertanggungjawabkan, tanggung jawab orang tua terhadap anak
tidaklah kecil. Secara umum inti tanggung jawab orang tua adalah
penyelenggaraan pendidikan anak-anak dalam rumah tangga. Kewajiban orang tua
ini wajar (natural), karena Allah SWT. menciptakan naluri orang tua untuk
mencintai anaknya. Jadi, tanggung jawab orang tua dalam mendidik anak hukumnya
wajib. Sebagaimana firman Allah QS. Al-Taẖrîm [66]: 6. Tumbuh kembang anak
menuju kedewasaan tidak hanya ditentukan oleh potensi anak, melainkan juga
dipengaruhi oleh usaha yang dilakukan orang tua dalam membesarkan dan mendidik,
serta faktor lingkungan yang lebih luas dimana anak dibesarkan.
Kehidupan keluarga sebagai institusi pendidikan, terdapat adanya
proses saling belajar di antara anggota keluarga. Di samping situasi tersebut,
orang tua menjadi pemegang peran utama dalam proses pembelajaran anaknya,
terutama di saat mereka belum dewasa. Kegiatannya antara lain melalui asuhan,
bimbingan, pendampingan, dan teladan nyata. Orang tua dituntut untuk
mengenalkan, membimbing, memberi teladan dan melibatkan anak untuk mengenal
kaidah-kaidah agama dan perilaku keagamaan. Di sini orang tua diwajibkan
menjadi tokoh panutan dalam keluarga, untuk menciptakan iklim. Orang tua
menjaga anaknya dengan mendidik dan mengajarkan akhlak yang baik. Saat orang
tua melihat tanda-tanda bahwa anaknya telah mampu membedakan antara yang baik
dan yang buruk, orang tua harus meningkatkan pengawasan terhadap anak. Bila
anak mulai merasa segan dan malu melakukan beberapa hal tertentu, itu semua
karena ia mulai bisa berfikir dengan baik sehingga mengetahui perkara yang
tidak baik. Sikap itu merupakan petunjuk dari Allah yang diberikan kepadanya,
dan menunjukan akhlak serta kejernihan hati. Ini merupakan pertanda yang
menggembirakan karena akalnya menjadi sempurna saat balig.[4]
Keluarga menjadi tumpuan semua anggota keluarga dalam memperoleh
pemenuhan hidup manusia; sandang, pangan, papan, kesehatan, pendidikan, kasih
sayang dan agama. Berangkat dari keluarga yang sehat dan bahagia maka akan
lahir juga anggota keluarga yang sehat dan bahagia. Dengan demikian, keagamaan
dan kepatuhan pada ajaran agama berawal dari keluarga. Keluarga adalah tempat
kehidupan manusia pertama dalam memperoleh makna kehidupan. Di sinilah
pentingnya efektivitas peran keluarga dalam membentuk keagamaan seseorang.[5]
[1]Ahmad Badrut
Tamam, Keluarga Dalam Perspektif Al Qur’ān: Sebuah
Kajian Tematik Tentang Konsep Keluarga,
(Alamtara: Jurnal Komunikasi dan Penyiaran Islam, Volume 2 Nomor 1 Juni 2018), hlm.2-3.
[2]Dadang
Kurniawan, Pendidikan Orang Tua Pada Anak: Telaah
Pada Al-Qu’an Surat An-Nisā’ Ayat
9 dan At-Tahrīm Ayat 6, Skripsi, 2015, hlm. 68-72.
[4] Ahmad Tafsir,
Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam (Bandung: PT. Remaja Rosda Karya, 2007),
hlm.160.
[5]Enung Asmaya, Efektivitas
Peran Keluarga Efektivitas Peran Keluarga dalam Membentuk dalam Membentuk
Tumbuh Kembang umbuh Kembang umbuh Kembang Agama Agama, KOMUNIKA, Vol.
11, No. 1, Januari - Juni 2017, hlm.3
Komentar
Posting Komentar