QS. Ibrahim ayat 24-25



BAB II
PEMBAHASAN
  1. Teori
a.       Pengertian Metode Perumpamaan (Amtsal)
Kata amtsal adalah bentuk jamak dari kata mitsal. Kata matsal juga dipergunakan untuk menunjukan keadaan, sifat dan kisah yang mengagumkan . Hal ini dapat dilihat dalam ayat-ayat Al Qur’an al-Baqarah ayat 17.
Pengertian amtsal menurut beberapa tokoh ulama, sebagai berikut:        
1.   Menurut Ibn Al Qayyim, amtsal adalah menyerupakan dengan sesuatu yang lain dalam hal hukumnya, dan mendekatkan sesuatu yang bersifat abstrak dengan yang bersifat indrawi.
2.   Al Suyuthy, amtsal adalah mendeskripsikan  makna dengan gambaran yang kongkrit karena lebih mengesankan di hati, seperti menyerupakan yang samar dengan yang nampak.
3.   Manna’ Al Qaththan, amtsal adalah menonjolkan makna dalam bentuk yang menarik dan padat serta mempunyai pengaruh yang dalam terhadap jiwa, baik berupa tasybih maupun kalimat-kalimat bebas.
Berdasarkan definisi-definisi yang telah dipaparkan diatas, dapat disimpulkan bahwa pengertian amtsal Al Qur’an adalaha membuat perumpamaan-perumpamaan mengenai keadaan sesuatu dengan sesuatu yang baik. Dengan demikian, jika diperhatikan seksama bahwasannya perumpamaan-perumpamaan di dalam al Qur’an menggunakan bntuk yang beragam, yang kira-kira dapat diperoleh pelajaran dan nasihat serta dapat ditangkap dan difahami oleh akal sehat. Misal: gambaran keindahan syurga.
b.      Macam-macam Amtsal menurut Manna’ Al Qaththan dan Muhammad Bakar ismail:
1.      Amtsal al musharaah atau al qiyasiyah, adalah perumpamaan yang di dalamnya menggunakan lafal matsal atau sesuatu yang menunjukkan kepada pengertian lafal tersebut. Firman Allah menegaskan dalam QS. ar-Ra’du ayat 35:
Artinya: “Perumpamaan syurga yang dijanjikan kepada orang-orang yang bertaqwa ialah seperti tanaman mengalir sungai-sungai di dalamnya...”
2.      Amtsal al Kaminah adalah suatu perumpamaan yang di dalamnya tidak disebutkan secara jelas, baik lafal tamtsil (perumpamaan langsung), keadaan, sifat-sifatnya, dan tidak pula dijelaskan pasti mengenai saat terjadinya peristiwa. Firman Allah menegaskan dalam QS. al-Furqan ayat 67:
Artinya: “Dan orang-orang yang apabila membelanjakan harta mereka tidak berlebihan dan tidak pula kikir, dan adalah pembelajaaan itu di tengah-tengah antara yang demikian”.
3.      Amtsal al Mursalah adalah kalimat-kalimat itu bebas, tidak menggunakan lafal tasybih secara jelas tetapi kalimat itu berlaku atau berfungsi sebagai matsal, yang mana di dalamnya terdapat peringatan dan pelajaran bagi manusia. Firman Allah menegaskan dalam QS. an-Najm ayat  58:[1]
Artinya: “Tidak ada yang akan menyesatkan terjadinya hari itu selain Allah”.
B.     Dalil Metode Perumpamaan berdasarkan Al-Quran
QS. Ibrahim ayat 24-25

اَلَمْ تَرَ كَيْفَ ضَرَبَ اللّهُ مَثَلاً كَلِمَةً طَيِّبَةً كَشَجَرَةٍ طَيِّبَةٍ اَصْلَهاَ ثاَ بِتٌ وَّفَرْعُهَا فِي السَّمَاءِِ تُؤْتِيْ اُكُلَهَا كُلَّ حِيْنٍ بِاِذْنِ رَبِّهَا, وَيَضْرِبُ اللّهُ الاَمْثَالَ النَّاسِ لَعَلَّهُمْ يَتَذَكَّرُوْنَْ                                                                                 
Artinya: “Tidaklah kamu melihat bagaimana Allah telah membuat perumpamaan kalimat yang baik seperti pohon yang baik, akarnya teguh dan cabangnya ke langit. Ia memberikan buahnya pada setiap musim dengan seizin tuhannya. Allah membuat perumpamaan-perumpamaan untuk manusia supaya mereka selalu ingat.”
  1. Tafsir Al-Maraghi
Allah mengumpamakan kalimat yang baik itu dengan pohon yang baik, berbuah, indah dipandang, harum baunya, tertancap kokoh didalam tanah, yang karenanya tidak mudah tumbang dan cabang-cabangnya menjulang tinggi ke udara. Keadaan ini menunjukkan kepada kokohnya pokok, kuatnya akar, dan jauhnya pohon dari benda-benda busuk yang ada didalam tanah serta kotoran bangunan. Maka pohon itu mendatangkan buahnya yang bersih dari segala kotoran, dan berbuah pada setiap musim dengan perintah serta izin penciptanya. Jika seluruh sifat tersebut dimiliki oleh pohon itu, maka akan banyak manusia yang menyukainya.
Allah mengumpamakan kalimat iman dengan sebuah pohon yang akarnya tetap kokoh di dalam tanah dan cabang-cabangnya menjulang tinggi ke udara, sedang pohon itu berbuah pada setiap musim. Hal ini disebabkan apabila hidayah telah bersemayam di dalam qalbu, seakan sebuah pohon yang berbuah pada setiap musim, karena buahnya tidak pernah terputus. Setiap qalbu menerima dari qalbu serupa dan mengambil dengan cepat, lebih cepat daripada kobaran api pada kayu bakar yang kering.
Orang-orang yang berjiwa luhur dan para pemikir besar adalah orang-orang yang memiliki kalimat yang baik, ilmu mereka memberikan nikmat dan rezeki kepada umat mereka didunia. Ilmu mereka tetap kokoh didalam hati mereka, sedang cabang-cabangnya menjalar ke alam-alam tertinggi atau alam terendah, dan pada setiap masa memberikan buahnya kepada putra-putra bangsa mereka atau putra bangsa lain. Orang-orang mukmin menggunakannya sebagai penunjuk jalan. Sungguh perumpamaan mereka seperti pohon kurma yang tetap tertanam, sedang cabang-cabangnya menjulang tinggi, disamping ia selalu berbuah dan manusia memakannya dimusim panas atau musim dingin.[2]


2.      Tafsir Al-Mishbah
Ayat ini mengajak siapapun yang dapat melihat, yakni merenung dan memperhatikan, dengan masyarakat: tidakkah kamu melihat, yakni memperhatikan bagaimana Allah telah membuat perumpamaan kalimat yang baik?. Kalimat itu seperti pohon yang baik, akarnya teguh menghunjam ke bawah sehingga tidak dapat dirobohkan oleh angin dan cabangnya tinggi menjulang ke langit, yakni ke atas. Ia memberikan buahnya pada setiap waktu, yakni musim dengan seizin Tuhannya sehingga tidak ada satu kekuatan yang dapat menghalangi pertumbuhan dan hasilnya yang memuaskan. Demikian Allah membuat perumpamaan-perumpamaan, yakni memberi contoh dan perumpamaan untuk manusia supaya dengan demikian makna-makna abstrak dapat ditangkap melalui hal-hal konkret sehingga mereka selalu ingat.
Sementara ulama membahas pohon apakah yang dimaksud sebagai perumpamaan kalimat yang baik itu. Ada yang berpendapat bahwa ia adalah pohon kurma. Berdasarkan satu riwayat yang menyatakan (Abdullah) putra ‘Umar RA. Berkata bahwa suata ketika kami berada di sekeliling Rasul SAW. Lalu beliau bersabda: “Beritahulah aku tentang sebuah pohon yang serupa dengan seorang muslim, memberikan buahnya pada setiap musim!” Putra ‘Umar berkata: “Terlintas dalam benakku bahwa pohon itu adalah pohon kurma, tetapi aku lihat Abu Bakar dan ‘Umar tidak berbicara, maka aku segan berbicara.” Dan seketika Rasul SAW tidak mendengar jawaban dari hadirin, beliau bersabda: “Pohon itu adalah pohon kurma.” Setelah selesai pertemuan dengan Rasul SAW itu, aku berkata kepada (ayahku) ‘Umar: “Wahai Ayahku! Demi Allah telah terlintas dalam benakku bahwa yang dimaksud adalah pohon kurma.” Beliau berkata: “Mengapa engkau tidak menyampaikannya?” Aku menjawab: “Aku tidak melihat seorangpun berbicara, maka aku pun segan berbicara.” ‘Umar RA berkata: “Seandainya engkau menyampaikannya, maka sungguh itu lebih kusukai dari ini dan itu” (HR. Bukhari, Muslim, at-Tirmidzi dan lain-lain). (6)
Ulama juga berbeda pendapat tentang apa yang dimaksud dengan kalimat yang baik. Ada yang berpendapat bahwa ia adalah kalimat Tauhid, atau iman, bahkan ada yang memahaminya menunjuk kepada pribadi seorang mukmin. Iman terhunjam ke dalam hatinya, seperti terhunjamnya akar pohon, cabangnya menjulang ke atas, yakni amal-amalnya diterima oleh Allah, buahnya, yakni ganjaran Ilahi pun bertambah setiap saat. Thahir Ibn ‘Asyur memahaminya dalam arti al-Quran dan petunjuk-petunjuknya. Thabathaba’i memahaminya dalam arti kepercayaan yang haq. Makna-makna diatas semuanya dapat bertemu. Agaknya secara singkat kita dapat menyatakan bahwa ia adalah Kalimat Tauhid.[3]
3.      Tafsir Ibnu Katsier
Ali bin Abi Thalhah berkata dari Ibnu Abbas, bahwa yang dimaksud dengan kalimat yang baik ialah ucapan “Laailaha Illallah”. Dan bahwa orang mukmin diumpamakan sebagai pohon yang baik, yang selalu tidak terputus-putus amalnya, pada waktu pagi, sore atau malam, bahkan pada setiap saat ada amal shalehnya yang naik ke atas. Diriwayatkan oleh Bukhari dari Ibnu Umar yang bercerita; bahwa Rasulullah pada suatu ketika bertanya kepada kita yang berada di sekelilingnya “Beritahulah aku tentang sebuah pohon yang sifat-sifatnya menyerupai keadaan orang-orang muslim, yang tidak rontok daun-daunnya pada musim panas maupun musim dingin dan memberikan (menghasilkan) buahnya tiap waktu seizin Tuhannya”. “Itulah pohon kurma”, Rasulullah menjawab sendiri pertanyaannya.[4]
C.    Implementasi Metode Perumpamaan dalam Pendidikan
Metode perumpamaan dapat di terapkan sebagai metode dalam kependidikan. Objek-objek perumpamaan yang nyata dipergunakan untuk memudahkan memahami konsep berdasarkan perhatian yang diberikan. Dalam surat Al-Ankabut: 41. Orang yang menyekutukan Allah (syirik) itu diumpamakan seperti sarang laba-laba, yang demikian lemah dan tidak berdaya. Perumpamaan tersebut dipergunakan untuk memperlihatkan ayat-ayat Allah dan meniadakan sesembahan kepada makhluk lain selain Allah yang pantas disembah. Fungsi kedua digunakannya perumpamaan ini adalah agar orang-orang mukmin melakukan perbuatan-perbuatan baik, sementara orang-orang kafir senantiasa melakukan perbuatan-perbuatan keji dan menjijikan.
Penjelasan konsep-konsep abstrak dengan makna-makna kongkrit di atas memberi adanya hubungan akrab dengan konsepsi qur’ani tentang persepsi manusia, dimana indera-indera manusia itu diberi peran yang menonjol. Fakta ini mempunyai aplikasi yang langsung dikelas dalam proses belajar mengajar, Apapun yang ada di lingkungan sekitar akan membantu pemahaman, konsep-konsep berdasarkan penelitian dan observasi yang amat berguna bagi proses mengetahui manusia. Abstraksi itu hanya dimungkinkan setelah pelajaran tersedia dengan data nyata yang dapat di konseptualisasik[5]an.

D.    Aspek Tarbawi
Allah akan meneguhkan iman orang-orang yang beriman pada masa hidupnya. Kemudian Allah juga akan meneguhkan iman mereka sesudah mati, yaitu didalam kubur yang merupakan tempat persinggahan pertama sebelum ke akhirat.
Mendekatkan makna pada pemahaman. Merangsang kesan dan pesan yang berkaitan dengan makna yang tersirat dalam perumpamaan tersebut, yang menggugah dan menumbuhkan berbagai perasaan ketuhanan
Perumpamaan merupakan motif yang menggunakan perasaan menghidupkan naluri, yang selanjutnya menggugah kehendak dan mendorong seseorang untuk melakukan amal yang baik dan menjauhi segala kemungkaran.[6]




[1] Mahbub Nuryadien, Jurnal Al TarbawiAl Haditsah Vol 1 N0 1 Issn 2407-6805, Cirebon
[2] Ahmad Musthofa Al-Maraghi, Terjemah Tafsir Al-Maraghi juz 13, (Semarang: CV. Thoha Putra, 1994), hlm. 277.
[3] M. Quraish, Tafsir Al-Mishbah pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an, (Jakarta:Lentera Hati, 2002) hlm. 51-52 .
[4] H. Salim Bahreisy dan Said Bahreisy, Terjemah singkat Tafsir Ibnu Katsier jilid 4, (Surabaya: Bina Ilmu, 1988) hlm. 486-487.
[5] Abdurrahman Saleh Abdullah, Teori-Teori Pendidikan Berdasarkan Al-Qur’an cet. Ke2, (Jakarta: Rineka Cipta, 1994) hlm.218-219.
[6] Heri Gunawan, Pendidikan Islam Kajian Teoritis dan pemikiran tokoh, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2014), hlm. 264-265

Komentar

Postingan populer dari blog ini

QS,AL-BAQARAH AYAT:31

Q.S. Al-Baqarah : 128

Qs. Al-Kahfi ayat 66